JABAR EKSPRES —Hari Rabu (7/12/2022), narapidana teroris Umar Patek bebas. Umar Patek, atau Umar Arab (nama lain: Umar, Umar Kecil, Abu Syekh, Allawy, Ja’far, Zacky) sudah bisa melenggang keluar penjara dengan pembebasan bersyarat.
Pria kelahiran Jawa Tengah ini mendapatkan hak bebas bersyarat seperti yang terdapat dalam Undang-Undang Permasyarakatan. Seorang narapidana akan mendapatkan pembebasan bersyarat jika sudah memenuhi syarat administratif dan syarat substantif. Syarat tersebut ialah menjalani 2/3 masa tahanan, berkelakukan baik, dan mengikuti program pembinaan.
Koordinator Hubungan Masyarakat dan Protokol Ditjenpas Kemenkumham, Rita Aprianti mengonfirmasi hal tersebut.
Rita mengatakan “Mulai hari ini sudah beralih status dari narapidana menjadi klien Pemasyarakatan Bapas Surabaya dan wajib mengikuti program pembimbingan sampai dengan 29 April 2030”.
“Persyaratan khusus yang telah dipenuhi oleh Umar Patek adalah telah mengikuti program pembinaan, deradikalisasi dan telah berikrar setia NKRI,” lanjutnya.
Umar Patek merupakan salah satu pelaku pembunuhan dan bom di Bali pertama, yaitu 12 Oktober 2002 di Sari Club dan Paddy’s Bar di Kuta, Bali. Peristiwa pengeboman tersebut menewaskan 2023 orang dan 209 korban luka. Mayoritas korban jiwa tersebut adalah warga negara Australia dengan jumlah korban 88 jiwa.
Setelah tragedi pengeboman tersebut, ia menghilang dan dua tahun setelah itu keluarganya pun pindah secara diam-diam. Pada tanggal 14 September 2006, pernah ada yang memberitakan bahwa pria yang memiliki nama asli Hisyam ini meninggal di Provinsi Sulu, Filipina. Namun, pada 29 Maret 2011 aparat keamanan menangkap Umar Patek di Abbottabad, Pakistan dan kemudian memulangkannya ke Indonesia untuk mendapatkan hukuman di pengadilan.
Siapakah Umar Patek?
Umar Patek merupakan salah satu mantan Jemaah Islamiyah. Banyak negara yang memburu Jemaah Islamiyah tersebut, seperti pemerintah Amerika Serikat, Australia, Filipina dan Indonesia. Pada saat itu, pemerintah Amerika Serikat membuat sayembara senilai $1000 bagi siapa saja yang bisa menangkap atau memberikan informasi untuk menangkapnya.
Teroris yang merupakan guru dari Noordin M. Top ini memiliki peran sebagai asisten koordinator lapangan pada insiden bom Bali. Ia juga lihai dalam menyusun strategi perang dan spionase (penyamaran) karena memiliki pengalaman melakukan terorisme di Afghanistan dan Mindanao, Filipina.