Pengrajin Tahu dan Tempe Lakukan Penyesuaian Harga

JabarEkspres.com, BANDUNG – Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Provinsi Jawa Barat menyikapi terkait adanya rencana aksi mogok yang dilakukan oleh seluruh pengrajin tahu dan tempe pada tanggal 29 – 31 Oktober 2022 nanti.

Kepala Disperindag Jabar Iendra Sofyan mengatakan bahwa pihaknya kini telah melakukan komunikasi dengan berbagai pihak khususnya Bulog dan Kopti.

“Saya lagi minta progresnya sampai saat ini dari sisi penggunanya atau pengrajin melalui Kopti. Jadi ini sedang kita komunikasikan,” katanya saat dikonfirmasi Jumat, 28 Oktober 2022.

Iendra menilai bahwa para pengrajin tahu dan tempe tengah melakukan penyesuaian harga ditengah kenaikan harga kacang kedelai.

“Itu seperti adanya penyesuaian (harga). Jadi, tiga hari menyetop (melakukan mogok produksi) dulu, setelah itu yang kedua menaikkan harga,” ucapnya

Iendra menjelaskan, pihaknya juga akan terus melakukan pemantauan terhadap kondisi kacang kedelai di pasaran.

Namun dia mengatakan, terkait dengan ketersediaan masih dirasa cukup aman.

“Jadi untuk rencana mereka ini, sudah kita coba komunikasikan dengan langkah-langkah tadi. Tapi masih ada beberapa hal yang kita persuasifkan. Dan kami juga memahami walaupun ada kenaikan nanti kita akan lihat sampai sejauh mana dan penyebabnya apa,” ungkapnya

Sementara, ketika disinggung banyaknya keluhan dari para pengrajin terkait dengan subsidi sebesar Rp1.000 ribu per kilogram, ia menyebut sudah mencukupi.

“Dengan anggaran yang sudah disiapkan (Pemerintah) Rp1.000 per kilogram, itu sudah dinilai cukup karena di beberapa daerah tidak terjadi gejolak atau protes (dengan subsidi kedelai),” ujarnya

Akan tetapi dia juga tidak menampik, bahwa masih adanya permasalahan terkait dengan penjualan dari para pelaku usaha terutama importir kedelai.

“Tapi memang salah satu penyebabnya adalah dampak ekonomi global juga. Karena di Amerika (penghasil kedelai) juga inflasinya lagi tinggi. Jadi saya kira, itu menjadi salah satu penyebabnya (kenaikan harga kacang kedelai),” ucapnya.

Maka, agar kacang kedelai dapat kembali stabil, Iendra menuturkan harus adanya penelusuran terkait dengan perdagangan impor atau luar negeri.*** (San)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan