Jabarekspres.com – Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Isa Rachmatarwata mengungkapkan bahwa pemerintah akan menyalurkan bantuan subsidi upah (BSU) tahap 4 mulai awal minggu ini, Senin (3/10).
Seperti diketahui, pemerintah melalui otoritas ketenagakerjaan pada hari ini akan mencairkan BSU atau bantuan langsung tunai (BLT) subsidi gaji sebesar Rp 600 ribu kepada 1,53 juta pekerja dengan penghasilan maksimal Rp 3,5 juta per bulan.
Isa menuturkan BSU tahap III telah dituntaskan dan pemerintah akan memulai penyaluran tahap 4 pada minggu pertama Oktober.
“Ini (BSU) baru mulai Senin buat yang periode Oktober,” kata Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Isa Rachmatarwata, Senin (3/10).
“Jadi penyalurannya Rp 600.000 lewat Himbara dan PT Pos ke wilayah yang tidak sulit dijangkau seperi Papua, Papua Barat dan Maluku,” tambah Isa.
Merujuk pada Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) 10/2022, penyaluran BSU tahun ini hanya dilakukan melalui Bank Himbara yakni Bank Mandiri, BRI, BNI, BTN, serta Bank Syariah Indonesia Provinsi Aceh dan Pos Indonesia.
Rencananya, kata Isa, BSU akan disalurkan hingga 6 atau 7 tahap dengan total anggaran yang disiapkan Rp 8,8 triliun.
Dari target penerima 16 juta pekerja, Isa memperkirakan jumlahnya hanya akan mencapai 14,6 juta pekerja. Hal ini disebabkan oleh adanya seleksi atau screening yang komprehensif.
“Penerima BSU tidak boleh sebagai BLT BBM. Tidak boleh double, di situ jadi sejauh ini yang kami dapat kemungkinan 16 juta akan tersaring beberapa,” kata Isa.
Selain itu, penerima BSU tidak diperbolehkan memiliki status sebagai PNS, Polri dan TNI. Tentunya, syarat utama adalah penerima BSU hanya pekerja dengan gajinya di bawah Rp 3,5 juta per bulan.
Dia menambahkan bahwa screening atau seleksi penerima BSU ini dilakukan langsung oleh Kementerian Tenaga Kerja (Kemnaker) dari data yang dikirimkan oleh BPJS Ketenagakerjaan.
Per akhir September, Isa mengungkapkan anggaran BSU yang sudah disalurkan telah mencapai Rp 4,2 triliun dari Rp 8,8 triliun atau sekitar 48,2%. (*)