“Alhamdulillah, kita sangat bersyukur diwarisi Bhinneka Tunggal Ika dari para pendiri bangsa Indonesia. Walaupun kita berbeda suku, ras, agama, juga pandangan dalam keagamaan, tetapi kita tetap saling menghormati, bersatu, rukun, dan bersama-sama bergotong royong,” paparnya.
Sementara itu, Wakil Ketua FKUB Kota Cimahi, Subarna menyampaikan, bangsa Indonesia harus mensyukuri nikmat persatuan dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia yang dijaga sampai saat ini. “Kita ini negara yang besar dengan 17.504 pulau, ada 6 agama resmi dan hampir 240-an kepercayaan, juga terdapat 1.340 suku dan 546 bahasa yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia, sehingga kita harus selalu merawat kebhinekaan, ” paparnya.
Subarna juga menyampaikan tugas dan fungsi FKUB di Kota Cimahi diantaranya untuk melakukan dialog dengan pemuka agama dan tokoh masyarakat, menampung aspirasi ormas keagamaan dan aspirasi masyarakat, menyalurkan aspirasi ormas keagamaan dan masyarakat dalam bentuk rekomendasi sebagai bahan kebijakan walikota, serta melakukan sosialisasi peraturan perundang-undangan dan kebijakan di bidang keagamaan yang berkaitan dengan kerukunan umat beragama dan pemberdayaan masyarakat.
Di sisi lain, Lurah Melong Dian Rohimat berpesan kepada masyarakat, khususnya warga LDII, untuk sama-sama menciptakan iklim yang kondusif dan selalu membantu pemerintah dengan program-programnya yang beririsan dengan program LDII.
“Jika kondisi kondusif, maka kehidupan antar umat beragama juga menjadi aman dan nyaman untuk melaksanakan peribadatan masing-masing,” ujarnya.
Sementara itu, Sekretaris FKUB Kota Cimahi, Yana Permana dalam pemaparan materi penguatan noderasi beragama menyampaikan, ada empat Indikator noderasi beragama yaitu komitmen kebangsaan, toleransi, anti kekerasan dan adaptif terhadap budaya lokal.
“Toleransi merupakan bagian penting dari moderasi beragama. Sikap tersebut harus dimiliki untuk melihat perbedaan-perbedaan di setiap anak bangsa dalam kerangka persatuan dan kesatuan. Toleransi itu siap menerima sebuah perbedaan ditengah keberagamaan dan mau bekerjasama,” tuturnya.
Sikap tertutup atau eksklusif, lanjut Yana, merupakan kebalikan dari sikap toleransi dan harus dihindari karena tidak sesuai dengan Bhinneka Tunggal Ika bahkan memicu dan meningkatkan intoleransi yang bakal merusak sendi-sendi kebangsaan.
“Praktik-praktik keagamaan yang eksklusif, yang tertutup, harus kita hindari karena sikap ini pasti akan memicu penolakan-penolakan dan akan menimbulkan pertentangan-pertentangan. Kita harus berpedoman pada ajaran keagamaan yang sejuk, ramah, mengedepankan toleransi, serta menjauhi sikap yang tertutup, yang eksklusif,” ungkapnya.