Grup YANG

Maka beraneka aspirasi berseliweran di HP saya. Otak saya pun mencelat-mencelat ke sudut sana-sini.

Di beberapa grup itu, kadang ada yang monoton. Misalnya kalau ada yang meninggal dunia. Isi grup hanya ucapan duka cita. Mulai pagi sampai besoknya. Seolah tidak ikut berduka kalau tidak posting duka cita di grup.

Saya tidak pernah ikut berduka di situ. Kasihan yang membaca, terutama yang harus menghapus begitu banyak data. Padahal belum tentu semua anggota grup kenal keluarga yang meninggal itu. Saya pilih kirim WA langsung ke keluarga yang berduka, kalau itu saya kenal.

Demikian juga kalau ada yang dapat gelar atau penghargaan. Isi grup itu ucapan selamat melulu.

Saya tidak seharusnya jengkel dengan yang seperti itu. Kan salah sendiri. Mengapa mau menjadi anggota grup dari begitu banyak aliran. Saya akhirnya menyadari itu salah saya sendiri. Ya sudah.

Saya biasa sudah bangun pukul 03.30. Mungkin begitulah umumnya orang tua. Dulu, jam 02.30 baru pulang kantor. Kini jam segitu sudah siap-siap bangun.

Tentu saya juga sama seperti Anda. Bangun tidur lihat layar HP. Di pagi seperti itu saya harus lebih sabar. Isi pembicaraan di grup umumnya ajakan untuk bangun. Salat tahajud. Banyak banget. Seolah mereka tahu saya perlu dibangunkan. Seolah mereka juga tahu untuk salat malam harus digiring lewat HP.

Sebentar kemudian mulai membanjir ajakan salat subuh. Isinya sama. Hanya copy paste. Ada yang pakai ayat. Pakai gambar. Pakai meme. Pakai kaligrafi. Dari satu grup ke grup yang lain nadanya sama. Isinya sama. Memenya sama.

Saya pernah posting usulan. Di satu grup: bagaimana kalau yang mengajak salat subuh itu satu orang saja. Yakni salah satu saja dari anggota grup yang paling rajin. Atau digilir.

Pun kalau usul itu dipenuhi saya masih akan menerima lebih 5 ajakan salat subuh yang sama. Sehingga kalau usul itu ditolak, bayangkan, berapa banyak saya menerima ajakan yang sama, dengan bunyi yang sama, meme yang sama, desain yang sama.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan