Pemblokiran Situs dan Aplikasi Digital, LBH Nilai Kominfo Bersikap Otoriter

Dan harus dibuktikan bahwa pembatasan tersebut diperlukan secara proporsional (Necessary) dan kesemuanya syarat pembatasan tersebut harus dibuktikan melalui forum yang transparan, keadilan dan perlakuan yang setara di Pengadilan karena beban justifikasi atau pembuktian pembatasan bertumpu pada negara.

3, LBH Jakarta menilai pemblokiran situs internet dan aplikasi yang dilakukan oleh KOMINFO merupakan Perbuatan melanggar hukum oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan karena telah melanggar kewajiban hukum KOMINFO untuk memastikan pemenuhan Standar dan Mekanisme HAM dalam penyelenggaraan Sistem Elektronik di Indonesia.

“KOMINFO tampaknya tidak pernah belajar dari kesalahannya ketika melakukan perlambatan (throttling) akses/bandwidth di beberapa wilayah Provinsi Papua Barat dan Provinsi Papua pada 19 Agustus 2019 yang kemudian digugat dan dinyatakan oleh Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta sebagai Perbuatan Melanggar Hukum berdasarkan Putusan Nomor : 230/G/TF/2019/PTUN-JKT,” tulis LBH pada Senin (8/1/2022).

“Putusan tersebut seharusnya menjadikan KOMINFO lebih mengedepankan standar dan mekanisme HAM serta Prinsip kehati-hatian (prudential) dalam melakukan tindakan Pemblokiran sistem internet dan aplikasi karena dampaknya sangat serius terhadap HAM,” tambahnya.

4, selain tidak memiliki legitimasi sebagaimana syarat pembatasan HAM, LBH Jakarta juga menilai Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 5 Tahun 2020 tentang Penyelenggara Sistem Elektronik Lingkup Privat bermasalah secara substansial karena dapat melakukan intervensi langsung kepada platform untuk menghapus konten dengan dalih “meresahkan masyarakat dan mengganggu ketertiban umum”.

“padahal tidak ada standar baku penentuan kapan sebuah konten dapat dianggap meresahkan masyarakat dan/atau mengganggu ketertiban umum. Subjektivitas dalam penentuan standar ini dapat berdampak pada Pelanggaran Kebebasan Berpendapat dan Berekspresi, hak untuk berkomunikasi serta memperoleh informasi,” tulis LBH

“Lebih buruk, Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 5 Tahun 2020 tentang Penyelenggara Sistem Elektronik Lingkup Privat ini juga bermasalah karena terdapat pengaturan yang dapat melanggar Privasi dengan alasan Pengawasan dan Penegakan Hukum. Perlu diketahui Indonesia juga menjadi negara yang paling banyak meminta penghapusan konten (Google Content Removal Transparency Report, 2021),” tambahnya.

“Oleh karena itu, ketentuan tersebut berpotensi menjadi instrumen kontrol negara yang eksesif di ruang digital dengan kaburnya ukuran-ukuran alasan penghapusan konten tersebut,” sambungnya.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan