Yayasan Anugerah Insan Residivis, Melawan Stigma Negatif Mantan Narapidana

Apa lacur, tekad yang kuat masih belum mampu mengatasi masalah kecanduan atas narkotika. Dua bulan selepas dinyatakan bebas. Dinihari. Badan menggigil dan sakau (candu) menyelimuti. Saking tidak kuat menahan. Dia berniat bunuh diri.

“Antara mati dan hidup,” ujarnya.

Dia menjelaskan, keinginan mengakhiri hidup tersebut muncul lantaran tiga faktor. Tentu, masalah kecanduan narkoba. Disamping itu, kebiasaan mencuri sering muncul. Terakhir soal tertekan stigma negatif dari masyarakat.

“Kondisi jangka waktu 2 bulan itu (seusai bebas), memang saya lagi sakit-sakitnya. Sakau-sakaunya. Maka saya ingin gantung diri itu,” ungkapnya, sesaat, mata mendelik, seolah mengintip masa lalu, mengingat usaha kerasnya meninggalkan narkoba.

Yang terakhir, berdampak pada mental. Dia menjadi tidak percaya diri. Karena, toh, masyarakat pun tidak ada yang percaya pada dirinya.

“Siapa, sih, orang yang mau percaya ke residivis yang sudah 8 kali keluar-masuk penjara?” balik bertanya. “Kurang lebih dari selepas keluar SMA, tahun 1992 ke 2002.”

Asep Coet, begitu sapaan akrabnya, lantas makin yakin untuk bunuh diri. Dia berniat gantung diri. Sebotol minuman berenergi peningkat adrenalin dan satu utas tali sudah berada di hadapannya.

“Saya (pakai) niat itu, gantung diri. ‘Ya Allah izinkan saya untuk gantung diri. Tapi pengen masuk surga,’” pintanya.

“Mana ada, kan? saya waktu itu bertindak licik aja, dasar penjahat,” jawabnya sambil terbahak.

Pandangan yang sudah tak tentu arah. Badan menggigil lantaran efek sakau, candu putaw (jenis narkoba). Menyertai Heri ketika hampir meregang nyawa.

Akan tetapi, dia masih diberi tenaga untuk sebatas berikrar memanjatkan doa lainnya. “Ya Allah, ketika engkau ampuni dosa-dosa saya, beri saya umur panjang, beri saya kesempatan kedua.”

“Ketika saya diberi kesempatan kedua, akan dijadikan sisa hidup saya ini untuk membela mantan dan keluarga besar mantan narapidana. Nazar saya,” imbuhnya.

Pada detik itu, kondisi kalut tiba-tiba hening. Tenang. Seisi ruangan gelap gulita. Dia sempat tidak sadarkan diri. Tepat seusai bernazar.

“Sewaktu adzan subuh, saya siuman dan sadar. Mencubit diri, sudah mati apa belum. Terus yang menjadi luar biasa. Saya tidak sakau lagi. Tidak menggigil,” jelasnya.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan