Realisasi APBD Pemprov Jabar Baik, Tapi SILPA Naik

Ditanya soal pekerjaan lelang jadi kontributor merangkaknya naik. Pria kelahiran Kuningan 31 Agustus 1962 itu enggan menyebutkan. Namun, ia mengaku telah banyak menyampaikan kepada OPD. Terutama pada mitra Komisi IV.

Menurutnya, fenomenanya lelang seolah-olah ada penghematan dan efesiensi. Tapi disisi lain, kata dewan pemenangan Dapil 12 itu, bukan sesuatu yang bagus.

Sekretaris Fraksi Gerindra DPRD Jabar itu mencontohkan, harga perkiraan HPS yang dibuka di OPD misalnya Rp100 miliar. Maka yang terjadi banding-bandingan. Ada yang Rp79 miliar dan Rp80 miliar.

Hematnya, perbandingan itu jauh sekali. Jika 20 persen pekerjaan kontruksi yang sediakan Rp3 triliun, maka udah ketahuan Rp600 miliar.

“Itu yang berkontribusi cukup besar menurut saya pada soal jamping penawan. Cuman susahnya adalah karena keputusan dari pusat. Aturan regulasinya seperti itu,” cetusnya.

“Penawar terendah relative dimenangkan. Meski pun tidak selalu diperhatikan penawaran terendah menang. Sebab, kalau kelengkapan administrasi tidak klop, ya tidak bisa juga jadi pemenang,” tambahnya.

Sebagai penutup wawancara, penulis melontarkan pertanyaan terakhir. Soal SILPA lebih baik kecil atau besar. Dirinya menjawab tidak bisa diukur seperti itu. Tentunya banyak faktor. Maka apa yang membuatnya besar atau kecil.

Daddy menjelaskan, dalam perumusan APBD tentu ada proyeksi. Pendapatan salah satunya. Contoh, diproyeksikan pendapatan Rp20 miliar. Tapi sampai Rp21 miliar. Maka surplus terjadi.

Tapi, lanjut dia, bisa juga tidak tercapai. Misalnya dari Rp20 miliar hanya Rp19 miliar. Maka ketika menerapkan APBD proyeksinya berdasarkan pengalaman tahun lalu dan tren yang kelihatan.

“Jadi sangat bisa naik turun pada saat ditetapkan APBD. Data kendaraan baru itu jumlahnya relative stak. orang membeli baru sedikit. Padahal andalan kita PKB. Nah kalau itu kemudian terjadi pluktiasi, tentu menentukan PAD nya. Surplus atau defisit,” jelasnya.

Selain itu, ucap dia, SILPA kontibusinya selain surplus atau defisit selisih antara tender harga penawaran dan harga pagu dimasing-masing OPD. “Jadi SILPA itu bisa rendah bisa tinggi. Tapi kita berusaha sebisa mungkin tidak terlalu besar,” paparnya.

Ditempat berbeda, pengamat ekonomi Universitas Pasundan (Unpas) Acuviarta Kartabi menilai manajemen fiskal Pemprov Jabar kurang baik. Sebab, besaran SILPA terbilang naik dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan