JABAREKSPRES.COM – Korban Begal yang berani melakukan perlawanan dan membunuh 2 dari 4 orang begal yang menghadangnya, Murtede alias Amaq Sinta (34), akhirnya memberikan pengakuan dan menceritakan detik-detik peristiwa pembegalan itu dihadapan Polisi dan wartawan.
Publik menduga Murtede memiliki pegangan ilmu, hingga mampu melawan bahkan membunuh dua orang begal hanya dengan sebilah pisau kecil. Apalagi bila melihat perawakan Amaq Sinta yang bertubuh kecil tersebut seakan tidak bisa dipercaya mampu melumpuhkan empat orang begal yang bersenjata parang.
Yang lebih mengherankan menurut publik adalah, saat Amaq Sinta menangkis sabetan Parang dengan tangannya hingga dua kali, namun tidak terlihat ada luka atau berdarah. Sehingga warganet beranggapan Ia memiliki ilmu kebal.
Menjawab keheranan publik, Murtede akhirnya buka suara dan menceritakan kejadian itu. Ketika akan pergi ke Lombok Timur untuk menghantarkan makanan buat ibunya. Sesampainya di TKP, dia dihadang dan diserang para pelaku menggunakan senjata tajam.
Amaq Sinta melawan para pelaku dengan sebilah pisau kecil yang dia bawa sambil teriak meminta tolong, namun tidak ada warga yang datang. Dalam kejadian itu, dua pelaku tewas setelah bersimbah darah.
Sedangkan dua pelaku lain melarikan diri, setelah dua kawannya tumbang di tempat.
“Setelah itu saya pergi ke rumah keluarga untuk menenangkan diri,” katanya.
Akibat kejadian itu, Amaq Sinta yang memiliki dua orang anak itu badannya terasa sakit, akibat terkena senjata tajam dari para pelaku. Tidak ada anggota badannya yang terluka.
“Saya tidak ada kepandaian dan tidak memiliki ilmu kebal. Tapi ini memang saya dilindungi Tuhan,” pengakuan Murtede.
Berkat usahanya yang berani melawan, dia berhasil mempertahankan sepeda motornya. Sementara dua orang lainnya lari, ketakutan melihat dua kawannya roboh di tangan korbannya.
“Saya melakukan itu, karena dalam keadaan terpaksa. Diadang dan diserang dengan senjata tajam, mau tidak mau harus kita melawan. Sehingga seharusnya tidak dipenjara, kalau saya mati siapa yang akan bertanggung jawab,” lanjutnya.
Ia dan istrinya, Mariana (32), serta keluarganya bekerja menjadi petani setiap hari untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Selain itu, dia juga hanya merupakan warga biasa, karena tidak pernah sekolah.