Korban Begal jadi Tersangka, Ini Dia Tanggapan Akademisi Hukum

Jabarekspres.com- Viral, seorang korban begal jadi tersangka atas tewasnya 2 begal di di jalan raya Desa Ganti, Kecamatan Praya Timur, Nusa Teggara Barat pada pada Minggu (10/4) dini hari lalu kini sudah dibebaskan. Ini kata akademisi hukum.

Melansir dari Liputan6 Taufan Abadi yang merupakan Akademisi hukum pidana dari Universitas Mataram, Nusa Tenggara Barat mengatakan bahwa korban begal tersebut tidak bisa dikenakan hukuman pidana.

Ia mengatakan karena perbuatan yang dilakukan oleh S yang merupakan korban pembegalan yang membenuh 2 begal termasuk dalam kategori pembunuhan terpaksa.

Hal itu dikatakan Taufan Abadi yang menanggapi peristiwa tewasnya dua pelaku begal di Lombok Tengah pada Minggu (10/4/2022) dini hari oleh korban begal berinisial S (34).

“Secara singkat, kasus pembunuhan terhadap dua pelaku begal oleh korban S mengarah pada alasan pemaaf, sehingga tidak dapat dikenakan pidana,” kata Taufan dalam keterangan tertulis yang diterima di Mataram, Rabu, dikutip Antara.

 

Dengan alasan tersebut, lanjutnya, perbuatan S dapat dinyatakan bersalah, namun perbuatan itu tidak dapat dipertanggungjawabkan oleh S.

Hal itu merujuk pada ketentuan hukum pidana Pasal 48 tentang Daya Paksa (overmacht) dan Pasal 49 KUHP tentang Pembelaan Terpaksa (noodweer).

 

Dalam Pasal 48 KUHP disebutkan barangsiapa melakukan perbuatan karena pengaruh daya paksa, tidak dipidana;

kemudian Pasal 49 KUHP terdapat dua ayat yang mengatur tentang Pembelaan Terpaksa (noodweer).

 

Pada ayat 1 disebutkan barangsiapa terpaksa melakukan perbuatan untuk pembelaan, karena ada serangan atau ancaman serangan ketika itu yang melawan hukum, terhadap diri sendiri maupun orang lain; terhadap kehormatan kesusilaan (eerbaarheid) atau harta benda sendiri maupun orang lain, tidak dipidana.

 

Selanjutnya, pada ayat 2 disebutkan pembelaan terpaksa yang melampaui batas, yang langsung disebabkan oleh kegoncangan jiwa yang hebat karena serangan atau ancaman serangan itu, tidak dipidana.

 

“Pertanyaannya, dalam kasus S, mana yang dapat dikenakan? Daya paksa pada Pasal 48 atau pembelaan terpaksa pada Pasal 49? Untuk menjawab itu, maka tentu perlu merunut unsur daya paksa atau pembelaan terpaksa,” jelasnya.

 

Namun dalam ketentuan Pasal 48 dan Pasal 49 KUHP, lanjutnya, tidak ada penjelasan atau uraian lebih lanjut tentang keadaan seperti apa; sehingga unsur daya paksa dapat diterapkan dalam fakta.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan