BANDUNG – Agrarian Resource Center (ARC) memberi kecaman kepada pemerintah terkait masalah yang belakangan ini terjadi. Di antaranya masalah kepemilikan tanah yang menjadi polemik antara PT. KAI dan warga Anyer Dalam di Kelurahan Kebonwaru, Kecamatan Batununggal, Kota Bandung, yang masih berlangsung di pengadilan.
Peneliti ARC Bandung, Rizki Maulana Hakim, menilai bahwa masalah agraria yang muncul saat ini merupakan murni kebodohan pemerintah. Murni kebodohan dari penyelenggara negara.
“Kalaupun bukan kebodohan. Artinya dia tahu, bahwa sebenarnya keliru. (Namun) itu sengaja dibodohkan. Pilihannya cuma dua itu,” ungkapnya saat menjadi pembicara dalam Diskusi Hak Atas Tanah di reruntuhan Anyer Dalam, Minggu (10/4).
Artinya, menurut Rizki, pemerintah masih belum mampu untuk mengatur dan mengatasi masalah tata agraria yang terjadi di Indonesia belakangan ini termasuk persoalan yang dialami oleh warga Anyer Dalam.
Perihal masalah tanah yang menimbulkan konflik antara negara dan tanah warga, seringkali berakhir dengan narasi ‘kepentingan umum’. Sebetulnya, kata Rizki, ini merupakan soal hak menguasai negara.
“Hak menguasai (tanah) negara yang pada sejatinya adalah tanah-tanah rakyat yang diberikan kepada negara untum dikembalikan kepada rakyat, itu tidak kembali,” ungkapnya.
“Mereka tegak pada hukum bahwa ini adalah tanah negara. Tapi dia (pemerintah) lupa bahwa penguasaan negara atas tanah harus dikembalikan lagi kepada rakyat,” imbuhnya.
Dia menambahkan, kini pemerintah seolah-olah mempergunakan kekuasaan, aturan, dan hukum dengan seenak jidat. Hal itu tampak disaat penguasa memilah peraturan yang dianggap sesuai dengan kepentingan.
“Dia (pemerintah) menggunakan aturan yang cocok dengan dirinya. Dan mengabaikan aturan yang tidak cocok dengan kepentingannya. Kepentingan tersebut adalah profit. Maka tidak heran apabila akhir-akhir ini perampasan tanah seringkali terjadi,” kecamnya.
“Cuma, bodohnya lagi, ketika dia (pemerintah) sudah merampas tanah-tanah masyarakat, dia kasih tanah itu ke perusahaan. Yang dimana negaranya itu hanya mendapat pajak. Nggak dapat keuntungan usahanya,” lanjutnya.
Lantas asal-usul permasalahan ini, beber Rizki, secara umum masalahnya amat kompleks. Pemerintah seperti tak mampu membedakan antara bagaiaman menjalankan negara dan perusahaan yang hanya mementingkan keuntungan belaka.