JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaku kecewa dengan pertimbangan Mahkamah Agung (MA) yang memotong hukuman Edhy Prabowo menjadi 5 tahun penjara di tingkat kasasi.
Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata menilai putusan MA terhadap mantan Menteri Kelautan dan Perikanan itu tidak mencerminkan keagungan MA.
“Ini memang beberapa putusan MA terkait perkara yang ditangani ini ya agak-agak dari sisi kami memang sangat mengecewakan terhadap pertimbangan-pertimbangan yang dibuat majelis hakim MA yang rasa-rasanya kok ya tidak mencerminkan keagungan sebuah mahkamah, menurut kami seperti itu,” kata Alex sapaan Alexander di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat, (1/3) malam.
Adapun pertimbangan majelis hakim MA ialah Edhy Prabowo dinilai telah bekerja dengan baik dengan menerbitkan Permen 12/2020. Permen itu dinilai baik karena mengizinkan kembali ekspor benih lobster atau benur.
Permen tersebut menghapus Permen 56/2016, berisi larangan ekspor benur yang diterbitkan Menteri sebelumnya Susi Pudjiastuti. Alex menyebut jika MA tidak seharusnya menilai baik buruknya kebijakan.
“Nah, ini kan sebetulnya sebuah kebijakan yah, kebijakan menteri yang lalu seperti itu kebijakan menteri yg sekarang seperti itu. MA ini seolah-olah hakimnya menjudge, menghukum kebijakan yag lalu tuh tidak benar kan seperti itu, makanya dikoreksi dan dianggap itu sebagai suatu hal yang baik,” kata Alex
Meski kecewa, Alex mengatakan pihaknya tetap menghormati putusan majelis hakim terhadap Edhy Prabowo.
“Tetapi saya kira kita harus patuh apa pun karena aturan mainnya seperti itu, ya. Seburuk apapun putusan hakim itu kita harus kita hormati dan kita laksanakan,” ujarnya.
Sebelumnya, Mahkamah Agung (MA) menolak permohonan kasasi yang diajukan mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo atas kasus dugaan suap izin ekspor benih bening lobster (BBL).
Atas putusan itu, majelis kasasi memotong hukuman Edhy Prabowo dari semula sembilan tahun penjara di tingkat banding menjadi lima tahun penjara.
Selain itu, majelis kasasi juga memperbaiki pidana pencabutan hak untuk dipilih yang dijatuhkan majelis banding terhadap Edhy Prabowo dari semula selama tiga tahun menjadi dua tahun.