Apakah puisi jelek itu ada? Jawabannya adalah, tidak ada. Yang ada hanyalah puisi yang tidak sesuai dengan selera kita. Dengan begitu, yang dimaksud dengan sajak yang bagus adalah yang sesuai dengan selera kita. That’s that.
Kalaupun hal itu tidak bisa diterima, maka sebaiknya kita perlu menunda persoalan bagus atau jelek itu terlebih dahulu. Sebelum pada persoalan penilaian seperti itu, ada yang harus kita bicarakan terlebih dahulu: Puisi itu apa?
Banyak jawabannya, tentu saja. Beragam pula. Bagaimanapun, ada satu kesamaan dari semua definisi yang diberikan pada sajak, yakni tulisan indah.
Lalu, apa itu indah? Jika sajak hanya dihubungkan dengan keindahan, pertanyaannya, apa itu keindahan? Apa tolok-ukur indah tidaknya? Apakah kita bisa bersepakat tentang indah tidaknya sajak? Apakah ia yang indah bagi saya, juga akan indah bagi Anda? Kalau memang dunia merayakannya karena keindahannya, keindahan macam apa?
Tentu saja jawabannya adalah keindahan kata-kata. Lagi dan lagi, apa itu kata-kata indah? Apa sebenarnya yang membuat kata-kata menjadi indah? Jika kata-kata indah itu memang ada, apakah kata-kata “biasa” juga ada? Lantas, apakah kata-kata “biasa” itu tidak bisa menjadi puisi?
Katakanlah, keindahan kata-kata dalam sajak itu berkualitas.
Kualitas Primer & Sekunder
Seorang filsuf asal Inggris John Locke membagi kualitas menjadi dua. Pertama, kualitas primer, dan kedua, kualitas sekunder.
Kalau memang kualitas primer, kita bisa bersepakat bahwa sajak yang indah adalah yang mesti terdiri dari beberapa kata, sonet misalnya, atau pun dapat terhitung, ada bentuk bisa kita amati. Akan tetapi, kalau kualitas sekunder, pada segi apa kita bisa bersepakat?
John Locke mengatakan bahwa kualitas sekunder tidaklah terletak dalam benda-benda itu sendiri. Kualitas sekunder itu tergantung pada siapa yang mengalaminya. Singkatnya, kualitas sekunder itu adalah soal selera. Dengan demikian, berkualitas atau tidaknya sebuah syair—ditinjau dari segi kualitas sekunder—adalah soal selera masing-masing orang.
Puisi bagus dan jelek
Berangkat dari pemikiran kualitas primer dan sekunder John Locke, kita boleh mengangkat persoalan di awal: Apakah sajak jelek dan bagus itu ada?