JAKARTA – Perekrutan calon pelaku terorisme kini tidak lagi menyasar orang dewasa, namun juga mulai bergeser ke anak-anak. Hal ini tentunya sangat mengkhawatirkan, untuk itu pemerintah terus mendorong pencegahan dan perlindungan pada anak korban radikalisasi dan jaringan terorisme.
Asisten Deputi Perlindungan Anak Kondisi Khusus Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) Elvi Hendrani mengatakan, saat ini para stakeholder memberikan edukasi, perlindungan dan pemenuhan hak dasar, yakni pengasuhan, pendidikan, berpartisipasi dan juga bermain.
“Fenomena permasalahan sosial yang banyak dihadapi berbagai negara termasuk di Indonesia adalah anak menjadi korban tindak pidana terorisme, hingga dijadikan kader oleh para teroris. Hal ini menunjukan bahwa terjadi pergeseran terhadap pola rekrutmen pelaku terorisme yang tadinya hanya orang dewasa kini juga menyasar anak-anak,” ujar dia dikutip, Kamis (17/2).
Elvi menuturkan, terorisme merupakan kejahatan luar biasa yang masuk dalam kategori bencana kemanusiaan, karena memberikan dampak luar biasa secara fisik maupun psikis, seperti memberikan trauma kepada yang mengalaminya, khususnya kepada anak.
“KemenPPPA sebagai penyelenggara koordinasi perlindungan anak di pusat telah mendorong daerah berkoordinasi dan bekerjasama untuk mewujudkan perlindungan anak,” jelasnya.
Adapun, peran pusat adalah melakukan kerjasama terkait penyusunan kebijakan yang melibatkan kementerian/lembaga, membentuk forum koordinasi dan melaksanakan dukungan psikososial bersama dengan Densus 88.
“Kami juga bekerjasama dengan Kementerian Agama dan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan dan Riset Teknologi untuk melakukan kajian cepat terhadap intoleransi di satuan pendidikan,” tutur Elvi.
Lebih lanjut, saat ini pihaknya juga melakukan upaya penyusunan Surat Keputusan Menteri tentang Tim Koordinasi Perlindungan Anak dalam Penyelenggaraan Koordinasi Anak, khususnya terkait masalah korban anak dalam jaringan terorisme.
Ke depan, KemenPPPA berharap sinergi dan koordinasi dapat dijalin antara kementerian/lembaga dan berharap pemerintah daerah serta dinas pengampu dapat terus memperkuat proses pelaksanaan perlindungan terhadap anak korban jaringan terorisme.
“Radikalisme dan terorisme merupakan ancaman terhadap anak dari sisi keagamaan, kehidupan bermasyarakat, tumbuh kembang anak, karakter dan budi pekerti anak dan nilai-nilai nasionalisme dan cinta Tanah Air,” tuturnya.