Oleh: Ade Priangani
Kepemimpinan adalah seni memotivasi sekelompok orang dalam bertindak untuk mencapai tujuan bersama. Kepemimpinan yang efektif didasarkan pada gagasan yang dikomunikasikan secara efektif kepada orang lain dengan cara melibatkan mereka untuk bertindak sesuai keinginan pemimpin. Seorang pemimpin menginspirasi orang lain untuk bertindak sekaligus mengarahkan cara mereka bertindak. Dalam tradisi masyarakat Sunda, kepemimpinan sudah hadir semenjak masyarakatnya berkelompok dalam jumlah yang besar, dan yang paling nyata adalah ketika di tatar Sunda berdiri kerajaan-kerajaan.
Kerajaan tertua adalah Salakanagara, berikutnya Tarumagara, lalu muncul kerajaan kembar Sunda dan Galuh, dan kemudian dipersatukan oleh Kerajaan Padjajaran. Masalahnya, tradisi masyarakat Sunda pada saat itu belum mengenal budaya tulis, lebih dominan adalah budaya tutur. Akibatnya gaya-gaya kepemimpinan yang duterapkan oleh raja-raja dimaksud, sulit terlacak dan dijadikan pedoman untuk masa sekarang. Pengecualian pada masa kerajaan Padjajaran sudah mulai dikenal budaya tulis, salah satu buktinya adalah ditemukannya sebuah naskah kuno Sanghiyang Siksa Kanda ng Karesian (1518 M).
Pada naskah kuno Sanghiyang Siksa Kandang Karesian tertuang salah satunya adalah tentang kepemimpinan, yang mengacu pada perilaku Prabu Jayadewata/Siliwangi, mengenai tatakrama untuk menjadi pemimpin dijaman Kerajaan Padjajaran. Aturan atau tatakrama tersebut dinamakan Parigeuing a Parigeuing. Yang disebut Parigeuing: bisa nitah bisa miwarang, ja sabda arum wawangi, nya mana henteu surah di piwarang. (bisa marentah bisa miwarang ku caritaan nu pikageunaheun tepi ka teu matak jengkel nu di parentahna).
Untuk bisa melaksanakan parigeuing caranya harus mampu melaksanakan Dasapasanta (Sapuluh panengtrem hate) terlebih dahulu, yaitu :
Guna, yang diperintah harus memahami apa kegunaan dari yang diperintahkan; Ramah, perintah harus disampaikan dengan wajar dan ramah, sehingga yang diperintahkan merasa dihargai sebagai manusia;
Hook, Hookeun (kagum), perintah dirasakan seperti gambaran kekaguman atas kemampuan yang diperintah; Pesok, artinya terpikat hatinya, perintah harus disampaikan dengan cara yang memikat hati, yang menimbulkan rasa bangga kepada yang diperintah;
Asih, yaitu rasa kasih sayang. Perintah dirasakan sebagai kasih sayang dari yang memerintah kepada yang diperintah, sehingga ikut merasa tanggungjawab atas yang diperintahkan;