Beberapa Tuntutan Hukuman untuk Herry Wirawan Tidak Dikabulkan Hakim, JPU Minta Waktu 7 Hari Lagi

BANDUNG – Vonis penjara seumur hidup dari majelis hakim kepada Herry Wirawan setelah terbukti bersalah memperkosa 13 orang santriwatinya.

Kepala Kejaksaan Negeri Tinggi (Kajati) Jabar, Asep N Mulyana yang dalam persidangan kali ini bertugas sebagai Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyatakan sangat mengapresiasi dengan apa yang telah diputuskan oleh majelis hakim terhadap Herry Wirawan.

Asep menyebut, vonis hukuman penjara seumur hidup kepada terdakwa ini sesuai dengan dakwaan primer yang telah dilayangkan sebelumnya.

“Pertama saya sampaikan, kami Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengapresiasi dan menghormati putusan dari Majelis Hakim PN (Pengadilan Negeri) Bandung, karena tentu banyak pertimbangan yang dijadikan Majelis Hakim,” ucap Asep sesuai melakukan persidangan pembacaan putusan, di PN Bandung, Selasa (15/2).

“Kedua, bahwa kami juga mengapresiasi dan menghormati Majelis Hakim yang dapat menerapkan perbuatan terdakwa sesuai dakwaan primer kami (JPU),” tambahnya.

Dengan adanya putusan tersebut, menurut Asep, pihaknya akan mengambil langkah pertimbangan terkait dengan pengajuan banding.

Sebab, ia mengatakan, masih ada beberapa tuntutan yang belum dikabulkan oleh majelis hakim pada saat pembacaan vonis, salah satunya adalah hukuman kebiri kimia.

“Berdasarkan putusan Majelis Hakim, yang mana kami melihat ada beberapa tuntutan yang belum dikabulkan. Tentu akan dipelajari secara meyeluruh dan melakukan pertimbangan kepada Majelis Hakim,” katanya.

“Kami pikir-pikir dulu dalam jangka waktu 7 hari, apakah nanti kami menerima putusan atau menentukan upaya hukum untuk mengajukan banding,” jelas Asep.

Diketahui, terdakwa kasus pencabulan kepada 13 orang santriwati yang telah dilakukan oleh Herry Wirawan (HW) telah menjalankan sidang pembacaan tuntutan di Pengadilan Negeri (PN) Bandung pada Selasa (15/2).

Selain menjatuhkan vonis penjara seumur hidup, majelis hakim juga menilai bahwa pemberatan terhadap terdakwa HW tidak memberikan contoh sebagai pendidik dan merusak, menganggu perkembangan anak sehingga membuat trauma korban.

Bahkan, hakim juga melanjutkan, terdakwa juga telah mencemarkan nama pondok pesantren dan membuat banyak orang tua khawatir menitipkan anak ke pondok pesantren.

“Tidak ada keadaan yang meringankan,” tegasnya. (mg4/wan)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan