Ganjar Pranowo Datang ke Desa Wadas, Rakyat Sudah Terlanjur Sakit Hati

JAKARTA — Kedatangan kembali Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo ke Desa Wadas, Kecamatan Bener, Purworejo dinilai sulit untuk mengobati rasa sakit rakyat.

Kedatangan kembali Gubernur Jateng Ganjar Pranowo ke Desa Wadas dinilai tak akan mengobati apapun lantaran mereka sudah terlanjur terlukai oleh kejadian kedatangan polisi.

“Nasi sudah jadi bubur. Bagi saya mereka telah dilukai sulit untuk diobati,” tegas Direktur Political and Public Policy Studies (P3S), Jerry Massie, Senin (14/2).

Jerry Massie mengatakan bahwa seharusnya yang dilakukan Ganjar Pranowo adalah mencegah agar tidak terjadi gejolak.

Caranya, jika memang ada warga yang menolak lahannya dijadikan tambang batu andesit, maka tidak boleh ada unsur pemaksaaan. Apalagi sampai menurunkan pasukan dan melakukan penangkapan.

“Pemaksaan kehendak selain bertentangan dengan hak asasi manusi (HAM), juga sangat dilarang Tuhan,” sambungnya.

Terakhir, Jerry Massie menduga ada konspirasi terstruktur dalam kasus ini. Sehingga perlu dibuka tentang perusahaan apa yang dipercayakan untuk tambang tersebut dan berapa anggaran yang digelontorkan.

Sementara Anggota Komisi III DPR RI Taufik Basari meminta Polda Jateng menarik pasukannya dari Desa Wadas agar warga tidak diliputi rasa takut, rasa terancam dan lain sebagainya.

Diketahui, pimpinan dan anggota Komisi III DPR RI telah melakukan kunjungan kerja ke Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Jateng.

Mereka datang untuk mencari tahu titik persoalan yang terjadi antara warga dan aparat penegak hukum.

Sebab dalam proses pengukuran tanah yang dilakukan oleh BBWS dan BPN di lokasi pusat penambangan batu endesit, telah muncul pro dan kontra dari warga Desa Wadas.

Anggota Komisi III DPR RI yang melakukan kunjungan ke Desa Wadas, Taufik Basari menyampaikan, ada beberapa poin yang telah disepakati antara anggota dewan dengan pemerintah daerah serta beberapa pihak dalam hal penanganan gejolak Wadas.

Salah satu yang dibahas, diungkapkan pria yang karib disapa Tobas ini, yakni apakah ada alternatif untuk sumber batunya, bagaimana masyarakat bertahan dan juga solusi atas masalah yang menyita perhatian publik itu.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan