Manusia Sampah.
Saya tidak berbicara tentang pemulung di Bantar Gebang atau tempat pembuangan akhir sampah manapun.
Keberadaan TPA dan TPS hanyalah sebagai teknologi manusia yang mengumpulkan dan menimbun sampah. Sebab, bisa jadi manusia tidak tahu cara mengatasi sampah.
Kenyataanya yang saya lihat demikian adanya. Sampah Lebih sering berakhir di tempat pembuangan akhir, bahkan banyak pula berada di lautan.
Saya Juga tidak bicara tentang golongan orang yang dianggap memiliki penyakit sosial atau penggolongan perempuan terlacur, anak jalanan, preman atau orang gila yang ditemui di jalanan.
Hal demikian hanyalah sebagai diskriminasi dan stigma, karena kegagalan manusia itu sendiri.
Saya juga tidak sedang bicara tentang suatu ras, golongan, agama, atau pun profesi.
Saya bicara tentang manusia terhadap dirinya sendiri.
Pada prinsipnya alam tidak menghasilkan sampah, tidak menyisakan limbah.
Tepatnya, dalam sistem sunnatullah, Allah membangun sebuah ekosistem tanpa sampah!
Meskipun hewan seperti ular membawa bisa beracun mematikan, melalui proses alam bisa dapat terurai. Bahkan bisa dimanfaatkan sebagai antibodi.
Kotoran hewan pun bisa bergiuna sebagai pupuk, daun gugur nan kering sangat berguna bagi kesuburan tanah.
Tapi hanya manusia sajalah yang mampu membuat kesia-siaan dan kemudharatan.
Sampah yang dihasilkan adalah kemubadziran, limbah dan kotoran tetap sebagai kekotoran.
Kemampuan peradaban manusia memproduksi sampah semakin berlipat ganda.
Artinya kebudayaan manusia lebih menyediakan ruang lebih pada reproduksi sampah.
Di sisi lain human-system yang berlaku memang sebuah mekanisme, metodologi, pendekatan, paradigma, strategi-strategi, politik-politie-policy sampah.
Tidak ada lagi ekosistem, dan oikos dalam makna hakiki sudah dihapuskan.
Kesadaran manusia akan dirinya (manusia sadar-diri) akan mengetahui berapa banyak sampah yang telah ia produksi.
Dan dia juga mengetahui bagaimana manusia melipat gandakan pada situasi yang meliputinya.
Atau sebaliknya pada situasi apa ia dapat mengatasi dan mengendalikan sampah.
Apabila tidak demikian, maka manusia kehilangan keawasan dan terkejut pada kedurhakaan dirinya.
Itupun bila sempat “terkejut” di tengah sampah yang tak terkendali. Tapi kenyataannya manusia sampah dikontrol oleh sampahnya sendiri! (red)