LANGKAT – Kasus dugaan suap yang menjerat Bupati nonaktif Langkat, Terbit Rencana Perangin Angin masih dalam pendalaman.
Kali ini empat pejabat Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Langkat menghadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Keempat orang itu dipanggil menghadap sebagai saksi kasus dugaan suap terkait kegiatan pekerjaan pengadaan barang dan jasa tahun 2020-2022 di Kabupaten Langkat, Sumatera Utara.
Adapun empat orang tersebut diantaranya Kasubbag LPSE Bag. PBJ Setda Kab. Langkat Prayitno; mantan Kasubbag Pengelolaan Bag. PBJ Setda Kab. Langkat Yoki Eka Prianto; Kasubbag Pengelolaan Bag. PBJ Setda Kab. Langkat Wahyu Budiman; dan Kasubbag Advokasi Bag. PBJ Setda Kab. Langkat Umar.
Mereka bakal diperiksa untuk melengkapi berkas penyidikan Bupati nonaktif Langkat, Terbit Rencana Perangin Angin.
“Pemeriksaan dilakukan di Ruang Pemeriksaan Ditreskrimsus Polda Sumut, kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara KPK, Ali Fikri, Rabu (2/2).
Dalam perkaranya, Bupati Langkat Terbit Rencana Perangin Angin telah menyandang status tersangka kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa tahun 2020-2022.
KPK menduga, Terbit Rencana Perangin Angin mematok fee 15 persen dari nilai proyek paket pekerjaan pada Dinas PUPR senilai Rp 4,3 miliar.
Terbit ditetapkan sebagai salah satu penerima suap bersama empat orang lainnya yakni, Iskandar PA (Kepala Desa Balai Kasih) yang juga saudara kandung Bupati, Marcos Suryadi Abdi (swasta/kontraktor), Shuhandra Citra (swasta/kontraktor), dan Isfi Syafitri (swasta/kontraktor). Serta seorang tersangka lagi sebagai pemberi suap, Muara Perangin Angin (swasta/kontraktor).
Tersangka Muara Perangin Angin selaku pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sementara, Terbit Rencana, Iskandar, Marcos Suryadi, Shuhandra Citra dan Isfi Syafitri penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP. (jp/zar)