JAKARTA – Setelah hadirnya virus Covid-19 varian Omicron, sempat beredar kabar bahwa muncul varian baru yang adalah gabungan dari varian Delta dan Omicron yaitu Deltacron.
Namun kabar tersebut akhirnya ditepis detail genetik Deltacron yang dipublikasikan di database GISAID tidak menyerupai rekombinan. Sebaliknya, Deltacron tampak sangat jelas kontaminasi atau kekeliruan yang terjadi dari laboraturium di mana sekuensing (pelacakan varian) berlangsung.
Di tengah hadirnya berbagai varian virus corona saat ini, muncul pertanyaan mungkinkah seseorang terkena dua varian sekaligus semisal Omicron dan Delta?
Meskipun tidak umum, setidaknya ada beberapa kasus terdokumentasi dari pasien yang memiliki dua jenis COVID-19 sekaligus.
Sebuah makalah ilmiah yang dipresentasikan pada European Congress of Clinical Microbiology & Infectious Diseases pada musim panas ini menguraikan kisah seorang wanita berusia 90 tahun di Belgia yang terkena COVID-19 varian Alfa dan Beta.
Pasien ini, seperti dikutip dari Health, Kamis, dirawat di rumah sakit dan meninggal lima hari setelah diagnosis.
Sementara itu, sebuah makalah dalam jurnal Virus Research pada April 2021 mengidentifikasi dua pasien berusia 30-an di Brasil yang terinfeksi pada November 2020 dengan varian P.2 dan Gamma.
Kedua pasien mengalami gejala ringan, termasuk batuk kering, sakit tenggorokan dan sakit kepala. Meskipun belum ada laporan tentang koinfeksi dengan varian Delta dan Omicron, dokter mengatakan kondisi itu bisa terjadi.
“Ini sangat mungkin dari sudut pandang molekuler,” kata pakar penyakit menular di University at Buffalo, Thomas Russo, MD.
Hal senada diungkapkan pakar penyakit menular Johns Hopkins Johns Center for Health Security Amesh A. Adalja, MD. Dia juga mengatakan koinfeksi dengan dua jenis virus yang sama dapat terjadi.
“Secara biologis, ya, mungkin saja terinfeksi Omicron dan Delta sekaligus,” demikian kata dia. (antara-red)