Begini Tantangan Menteri PPPA Cegah dan Tangani Kasus Kekerasan Seksual

JAKARTA – Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga mengakui, masih banyak tantangan yang dihadapi oleh KemenPPPA dalam menjalankan pencegahan dan penanganan kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak.

“Tantangan pertama adalah adanya gap (jarak) antara meningkatnya jumlah korban dan keluarga korban yang telah mampu membuka suara dengan ketersediaan lembaga yang menangani,” kata Menteri PPPA dalam keterangan resmi, Minggu (16/1).

Menteri PPPA itu menyebutkan tantangan kedua adalah adanya gap antara kualitas kekerasan yang semakin beragam dengan kualitas penanganan. Tantangan ketiga, adanya gap antara keluasan cakupan wilayah dengan sistem penanganan dengan efektif, cepat dan sinergis.

“Dengan demikian bila diringkaskan maka dari aspek penanganannya, korban belum memeroleh keadilan secara cepat dan mudah, serta mendapatkan pemulihan,” ujarnya.

Meski menghadapi berbagai tantangan dalam menjalankan fungsi sebagai layanan rujukan akhir, pihaknya telah melakukan berbagai aksi nyata dalam menangani kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak dengan menggunakan prinsip cepat, komprehensif dan terintegrasi.

“Ketika kita bicara mengenai tugas dan fungsi ini, memang membuka ruang kami untuk bisa melakukan pelayanan secara langsung, tapi ada keterbatasan kami yang dibentengi oleh Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 mengenai Pemerintah Daerah. Mana yang boleh kami eksekusi langsung, mana yang sebatas koordinasi yang bisa kita lakukan,” jelasnya.

Bintang menjelaskan berdasarkan Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) Tahun 2021, prevalensi anak usia 13-17 tahun yang pernah mengalami satu jenis kekerasan atau lebih di sepanjang hidupnya mengalami penurunan dibandingkan tahun 2018. Meski begitu, dia meminta seluruh pihak tetap waspada terhadap angka dan modus yang kian beragam.

“Menurun sebesar 21,7 persen bagi anak perempuan dan 28,31 persen bagi anak laki-laki dalam kurun waktu 3 tahun. Penurunan prevalensi juga terlihat bagi anak yang mengalami jenis kekerasan seksual. Meskipun penurunan prevalensi kekerasan terhadap anak ini merupakan berita yang baik, namun patut menjadi perhatian kita semua bahwa angkanya masih cukup tinggi dan memprihatinkan kita semua,” ungkapnya.

Lebih lanjut, dia menambahkan sepanjang tahun 2021 terutama pada 3 bulan terakhir tidak ada pemberitaan tanpa kekerasan seksual terhadap anak-anak.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan