BANDUNG – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) yang menilai bahwa tuntutan hukuman mati terhadap terdakwa kasus pencabulan kepada 13 orang santriwati Herry Wirawan (HW) melanggar HAM.
Menanggapi kontroversi tersebut, Pelaksana Tugas (Plt) Wali Kota Bandung Yana Mulyana mengatakan bahwa tuntutan yang telah diberikan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) kepada terdakwa HW pantas diberikan. Pasalnya, tindakan yang dilakukan oleh terdakwa sudah di luar batas nalar manusia.
“Kalau kita ikut saja, yang dituntut oleh jaksa pasti itu yang layak berdasarkan aturan yang ada,” ucapnya, pada Sabtu (15/1).
Dengan masih adanya pro dan kontra terkait tuntutan hukuman mati kepada Herry Wirawan, Yana menjelaskan bahwa terdakwa juga telah melakukan hal serupa, yaitu pelanggaran HAM kepada korbannya.
“Kita lihat ya, yang dilakukan (HW) juga melanggar HAM,” ungkapnya
Sehingga, kata Yana, perbuatan yang telah dilakukan HW tidak hanya melanggar HAM, akan tetapi berdampak juga kepada kepercayaan masyarakat terhadap yayasan berbasis agama seperti pesantren.
“Kebayang sekarang, bapak atau ibu menitipkan anaknya, diperlakukan seperti itu, kan saya pikir melanggar HAM juga,” tegasnya.
Diberitakan sebelumnya, terdakwa pencabulan 13 santriwati, Herry Wirawan telah menjalankan sidang pembacaan tuntutan di Pengadilan Negeri (PN) Bandung pada Selasa (11/1) kemarin.
Dalam persidangan itu, HW telah dituntut dengan hukuman mati. Selain menjatuhkan hukuman tersebut, Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa barat yang bertugas dalam kasus ini sebagai Jaksa penuntut Umum (JPU), Asep N Mulyana juga menuntut hukuman tambahan, yakni berupa kebiri kimia kepada terdakwa.
“Ini sebagai bukti, komitmen kami untuk memberikan efek jera kepada pelaku dan pihak lain yang melakukan kejahatan,” ucap Asep seusai melakukan persidangan.
Bahkan dalam pembacaan tuntutan itu juga, Asep menambahkan bahwa pihaknya meminta agar majelis hakim mencabut atau membubarkan yayasan-yayasan yang dikelola oleh HW beserta keluarganya.
Atas perbuatannya, terdakwa HW dituntut hukuman sesuai dengan Pasal 81 ayat (1), ayat (3), ayat (5), jo Pasal 76D UU RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang No 1 tahun 2016 tentang Perubahan ke dua atas Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjadi Undang-undang Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.