Pakar Nilai ASN Mantan Napi Tidak Layak Jadi Pejabat Publik, Ini Akibatnya

JAKARTA – Pakar kebijakan publik dari Universitas Nasional (Unas) Hilmi Rahman Ibrahim, mengingatkan ketentuan dalam pengangkatan jabatan publik. Dia menegaskan aparatur sipil negara (ASN) mantan narapidana (napi) jangan dipilih menjadi pejabat publik.

Hilmi menuturkan kursi pejabat publik merupakan amanah yang mulia. Sehingga harus diisi oleh orang-orang yang amanah dan bermoral. Sementara itu ASN yang pernah menjalani hukuman pidana dan berkekuatan hukum tetap (inkrah), menurut dia secara moral dan kepatutan, tidak pantas menduduki jabatan tersebut.

’’Dari kacamata moral (ASN mantan napi, Red) tidak pantas menduduki jabatan struktural. Apalagi di tempat strategis,’’ katanya kepada wartawan Senin (10/1).

Jabatan strategi situ diantaranya adalah sekretaris daerah (sekda) dan kepada dinas, ataupun jabatan eselon 1, 2, dan seterusnya di lembaga atau instansi pemerintah pusat.

Menurut Hilmi seseorang dengan status napi atau mantan napi, memang sudah menjalani masa hukumannya. Tetapi catatan hukuman tersebut telah menghambat karir kepegawaiannya sebagai ASN. Selain itu juga bisa menyulitkan ketika kelak dia mendapatkan kesempatan menduduki jabatan publik.

Hilmi yang juga Direktur Publik Trust Institute (PTI) itu memaparkan kembali pentingnya memilih sosok ASN yang bersih dan berintegritas, karena diduga masih ada ASN eks napi yang lolos jadi pejabat publik. Diantaranya di salah satu provinsi di wilayah pulau Kalimantan.

’’Jika hukuman yang telah memiliki kekuatan hukum tetap itu empat tahun atau lebih, maka ASN tersebut dicabut status kepegawaiannya,’’ katanya.

Dengan kata lain yang bersangkutan dipecat sebagai ASN atau PNS. Tetapi jika hukuman pidananya kurang dari empat tahun, misalnya tiga tahun atau lebih pendek lagi, ASN tersebut tidak dipecat. Setelah menjalani masa pidana, status ASN atau PNS yang bersangkutan dikembalikan lagi. Hilmi mengatakan panjang atau pendek masa hukuman seseorang, pada intinya mantan napi tersebut sudah berbuat pidana.

’’Seorang pejabat publik harus mencerminkan pribadi sebagai panutan. Tidak boleh tercela, tidak boleh cacat moral,’’ katanya.

Secara aturan Hilmi mengatakan ASN atau PNS yang hukumannya di bawah empat tahun memang boleh mengikuti lelang jabatan. Sebaliknya jika dilarang, maka melanggar hak asasi manusia (HAM). Pada konteks ini, para anggota panitia seleksi (pansel) lelang jabatan harus cermat. Dengan kewenangannya, pansel bisa mencoret pelamar yang berstatus mantan napi. Kemudian memilih kandidat lain yang lebih berintegritas dan tidak memiliki catatan kejahatan atau pidana. (jawapos-red)

Tinggalkan Balasan