Perhatian selanjutnya adalah pelanggaran protokol kesehatan 3M, seperti masker yang diletakan di dagu, masker yang digantungkan di leher, tempat cuci tangan yang tidak disertai air mengalir dan sabun, bahkan ada sebagian guru dan siswa tidak bermasker saat berada di lingkungan sekolah.
Bahkan ada SD yang memiliki tempat cuci tangan di setiap depan kelas, namun saat KPAI datang dan duduk di dekat pintu gerbang sekolah, tak ada satu pun peserta didik dan pendidik yang mencuci tangan saat tiba di sekolah.
Ada juga sekolah yang mayoritas siswanya melepas masker saat tiba di sekolah. Saat diwawancara, anak-anak mengatakan mereka memakai masker saat diperjalanan pergi dan pulang sekolah. Ada pemahaman yang salah terkait fungsi masker yang disamakan dengan helm.
KPAI juga menemukan bahwa ada sekolah-sekolah yang pernah menjadi klaster atau setidaknya pernah ditutup sementara karena ada warga sekolah yang terinfeksi Covid-19 dari klaster sekolah. Dari hasil pengawasan PTM, klaster sekolah muncul karena ada pengabaian, antara lain melepas masker dalam ruangan, tidak enak badan tetapi tetap datang ke sekolah untuk PTM, dan warga sekolah yang belum di vaksin, karena ada sebagian kasus peserta didik dan pendidik yang terkonfirmasi covid-19 ternyata belum divaksinasi.
“Apalagi peserta didik usia TK dan SD, selain belum divaksin, perilaku anak-anak usia itu cenderung sulit dikontrol,” ucap Retno.
Perihal vaksinasi, ternyata antusiasme mendapatkan vaksin Covid-19 sangat tinggi. Hasil ini juga sejalan juga dengan data hasil survei KPAI pada Juli 2021, dari 62.262 responden anak yang mengisi survei singkat KPAI tentang vaksinasi anak usia 12-17 tahun, ternyata 88 persen responden bersedia di vaksin, 9 persen ragu-ragu dan yang menolak hanya 3 persen.
“Percepatan dan pemerataan vaksinasi anak usia 6-11 tahun dan usia 12-17 tahun perlu percepatan dan pemerataan, apalagi 3 Januari 2022 PTM akan digelar 100 persen di seluruh wilayah Indonesia yang berada di level PPKM 1 sampai 3,” tandasnya. (jp/zar)