Penumbuh Kembangan Kearifan Lokal Harus Dapat Perhatian Serius

Solusi dan antisipasi yang harus secepatnya dilakukan adalah terbangunnya kebersamaan dari setiap unsur terkait dalam mencegah keberlangsungan proses kerusakan lingkungan.

Salah satu langkah yang dapat dilakukan di antaranya dengan menggunakan pendekatan kearifan lokal sebagai bagian dari budaya kehidupan masyarakat. Hal itu bisa dilakukan karena didasari oleh asumsi bahwa setiap masyarakat memiliki kearifan lokal yang telah mengakar menjadi budaya masing-masing.

Keberadaannya telah menjadi pranata kehidupan masyarakat yang menopang keberlangsungan kehidupan mereka hingga saat ini.

Mengacu pada literatur yang ada, kearifan lokal dimaknai sebagai bagian dari budaya suatu masyarakat yang tidak dapat dipisahkan dari bahasa masyarakat.

Kearifan lokal biasanya diwariskan secara turun-temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya. Walau demikian, tidak seluruhnya yang dimiliki dapat dipahami dan diimplementasikan oleh generasi penerusnya.

Generasi muda kadang terpenjara dengan kata-kata ‘kuno’, ‘kampungan’, atau ‘ketinggalan jaman’ saat diarahkan untuk memahami dan mengimplementasikannya.

Bila melihat perkembangan kehidupan ini, kearifan lokal merupakan warisan budaya yang memiliki nilai luhur dan bermanfaat bagi keberlangsungan kehidupan.

Kearifan lokal inilah yang harus digali lalu ditumbuhkembangkan kembali pada setiap generasi muda, sehingga mereka memiliki kebanggaan dengan kepemilikan kearifan tersebut yang bernilai positif tersebut.

Kalau dilakukan penggalian kembali, dimungkinkan kita memiliki begitu banyak kearifan lokal yang terkait dengan upaya pelestarian lingkungan. Inilah yang harus dijadikan warisan bermakna bagi generasi masa depan sehingga bisa dijadikan pegangan dan pranata dalam kehidupan mereka pada masa kini dan masa depan.

Selama ini diyakini bahwa suku Baduy merupakan representasi dari suku Sunda yang masih mempertahankan pranata kehidupan tradisonal. Wilayah yang didiami mereka, jarang sekali didera oleh bencana alam yang diakibatkan oleh kerusakan lingkungan.

Kondisi demikian dilatarbelakangi oleh kuatnya masyarakat Baduy dalam memegang teguh pranata kehidupan yang berkenaan dengan pelestarian lingkungan. Sampai saat ini mereka masih memegang teguh falsafah ‘gunung ulah diurug, lebak ulah diruksak, panjang ulah dipotong, pondok ulah disambung. Gawir caian, ranca sawahan, tegal pelakan, leuweung hejo, rahayat bisa ngejo’.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan