JAKARTA – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan pemulihan ekonomi Indonesia 2022 dibarengi dengan munculnya berbagai risiko baru, seperti volatilitas harga komoditas di pasar global, tekanan inflasi yang bisa berdampak pada kenaikan suku bunga, hingga dinamika geopolitik.
Menkeu Sri Mulyani di Istana Negara, Jakarta, Senin (29/11), mengatakan berbagai risiko baru itu harus dikelola agar tidak mengganggu laju pemulihan ekonomi dan reformasi struktural.
“Pemulihan ekonomi 2022 dibarengi munculnya risiko baru yang harus dikelola seperti volatilitas harga komoditas, tekanan inflasi dan implikasi kenaikan suku bunga negara maju terutama Amerika Serikat, rebalancing (penyesuaian) ekonomi RRC, serta disrupsi rantai pasok dan dinamika geopolitik,” kata Menkeu Sri Mulyani saat Penyerahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) dan Buku Daftar Alokasi Transfer ke Daerah dan Dana Desa Tahun 2022.
Menurut Sri Mulyani, pemulihan ekonomi global dan domestik pada 2022 juga masih tidak merata dan tak pasti. Hal itu utamanya karena dinamika pandemi Covid-19 yang terus dibayangi dengan kemunculan varian-varian baru Virus Corona, seperti varian B.1.1.529 Omicron.
Ia berharap penanganan penyebaran varian Virus Corona Delta yang terbukti efektif saat beberapa waktu lalu, dapat menjadi bekal bagi Indonesia agar dapat menangkal penularan varian-varian baru Virus Corona. Hal tersebut juga harus dibarengi dengan percepatan vaksinasi Covid-19 ke masyarakat agar terciptanya kekebalan komunitas, sehingga kegiatan ekonomi dapat bergulir kembali.
“Keberhasilan pemerintah Indonesia kendalikan varian Delta dan terpeliharanya kewaspadaan, disiplin protokol kesehatan diharapkan akan menjadi bekal kuat dalam menghadapi ancaman baru varian baru Omicron,” kata Menkeu Sri Mulyani.
Terkait APBN 2022, Sri Mulyani menekankan instrumen fiskal pemerintah masih bersifat ekspansif dan mengakomodir kebijakan kontrasiklus (counter-cyclical), namun tetap memperhatikan risiko, dan mengedepankan sustainabilitas fiskal dalam jangka menengah dan juga panjang.
Pemerintah menargetkan defisit APBN 2022 sebesar 4,85 persen dari Produk Domestik Bruto atau Rp868 triliun. Defisit itu menurun dari outlook 2021 yang sebesar 5,2 sampai 5,4 persen PDB.
Perhitungan defisit APBN itu karena pagu pendapatan negara sebesar Rp1.846,1 triliun dan belanja negara sebanyak Rp2.714,2 triliun. Dengan postur fiskal itu, pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,2 persen pada 2022, dibanding outlook pada 2021 yang sebesar 3,5 – 4 persen. (Antara)