JAKARTA – PCR atau polymerase chain reaction merupakan pemeriksaan laboratorium untuk mendeteksi keberadaan material genetik, seperti sel, bakteri, hingga virus, dianggap merupakan barang eksklusif bagi masyarakat. Namun, hal itu menjadi syarat bagi calon konsumen yang hendak melakukan penerbangan.
Sekretaris Jenderal Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (Sekjen PHRI) Maulana Yusran mengaku kecewa atas kebijakan tersebut. Padahal, saat ini sektor usaha sudah mengalami dampak yang cukup dalam.
”Kita paham situasi pandemi ini perlu diantisipasi, tapi juga harus sadar tes itu mahal, masih menjadi barang eksklusif,” jelas Maulana Yusran, Minggu (24/10).
Apalagi fasilitas kesehatan tersebut pun tidak semua daerah memiliki kemudahan untuk mengaksesnya. Oleh karena itu, menurut dia, kebijakan itu dirasa akan memberatkan semua pihak terlibat.
”Setiap daerah itu pun pelaksanaan tes PCR tidak merata, tidak sama dengan di Jakarta yang bisa didapatkan di mana saja,” tutur Maulana Yusran.
Dia menjelaskan, jika PCR menjadi kewajiban, harga testing itu harusnya murah. Bahkan kalau bisa dibebaskan sebagai beban masyarakat. Jika tidak, fokus pemerintah memulihkan ekonomi tidak akan tercapai.
”Jika tidak dilakukan, bagaimana kita mau berperilaku ekonomi lagi dan bagaimana nasib kita menjalankan keberlangsungan menghindari dari dampak sosial tersebut,” papar Maulana Yusran.
”Semua kan punya keterbatasan, di daerah kesulitan itu sudah terlalu dalam dan besar, kami berharap ada satu kebijakan yang benar-benar pro kepada pendampingan antara masalah Covid-19 dan ekonomi. Ini kita menjadi rentan semua,” tandas dia.
(jawapos.com)