Terhitung sejak Januari hingga 27 September. Pada September saja ada 22 kasus.
”Meskipun kasus positif mereka cukup rendah dibanding dewasa, kasus (Covid-19) pada anak juga dapat berakibat fatal,” ujarnya. Angka kematian akibat Covid-19 pada anak mencapai 2 persen.
Selanjutnya, Natasha menyebutkan, data positivity rate yang diklaim rendah oleh pemerintah meragukan. Alasannya, pemerintah masih memasukkan hasil antigen sebagai perhitungan. ”Seharusnya dihitung berdasar PCR,” tuturnya.
Di bagian lain, epidemiolog dari Universitas Griffith Australia Dicky Budiman menyinggung wacana vaksin booster atau vaksin dosis ketiga bagi masyarakat umum. Menurut dia, pemerintah tidak perlu terburu-buru untuk memberikan booster kepada populasi umum. ”Paling tidak tahun depan,” katanya kemarin.
Dosis ketiga atau booster, jelas Dicky, memang memiliki landasan ilmiah. Ada basis studi dan riset uji efektivitas yang menunjukkan bahwa semua vaksin Covid-19 memerlukan penguatan karena efikasi yang terus menurun dan menghadapi mutasi dari virus yang menjadi banyak varian.
”Makanya, vaksin berbasis RNA itu sedang dimodifikasi untuk merespons varian baru. Jangan kita ngomong Mu yang memiliki kemampuan menurunkan efikasi yang besar. Delta saja bisa menurunkan efikasi sampai 30 persen. Apalagi, masih ada potensi varian lain,” terang dia.
Tapi, imbuh Dicky, urgensi dosis ketiga bukan urgensi dalam waktu dekat. Tahun depan pun masih cukup ideal. Saat ini pemerintah seharusnya memprioritaskan cakupan vaksin dosis lengkap atau dua dosis. ”Ini yang harus dikejar dulu. Setidaknya sudah tercapai 50 persen plus atau 60 persen dari total populasi telah divaksin lengkap. Maka, cukup fair dan adil jika pemerintah memberikan booster bagi populasi lain selain tenaga kesehatan, lansia, atau komorbid,” terangnya.
Pemerintah bisa memberikan booster ketiga kepada kelompok-kelompok prioritas. Baik itu dari sisi pekerjaan seperti tenaga kesehatan atau tenaga pendukung kesehatan yang bekerja di hotel-hotel pusat isolasi, puskesmas, maupun lab testing. Juga prioritas dari sisi kondisi tubuh. Misalnya kelompok lansia, difabel, dan komorbid. ”Ini contoh yang harus diprioritaskan. Setelah ini tercapai, baru bergerak ke populasi umum. Minimal 90 persen sudah ter-cover,” jelas Dicky.