Taliban Kembali Berkuasa

Dalam konteks Afganistan, AS adalah aktor utama setiap perubahan di Afganistan, hal ini dimulai sekitar tahun 1980-an, ketika AS membantu pasukan Mujahidin mengusir Uni Soviet dari Afganistan.  Amerika datang memberi bantuan dana, senjata, dan pelatihan militer bagi para gerilyawan Mujahidin yang berperang melawan pendudukan Uni Soviet. Dekade tersebut merupakan era Perang Dingin ketika AS dan sekutunya berjuang membendung ideologi komunisme dari Uni Soviet.

Uni Soviet menyerbu Afghanistan pada 1979 setelah terjadi perpecahan di Partai Komunis Afghanistan dan khawatir penguasa partai yang baru akan menjadi sekutu AS. Pada saat itu, Soviet mendukung para pemimpin komunis yang melakukan kudeta terhadap presiden pertama Afghanistan Mohammad Daoud Khan pada tahun 1978. Di tahun 1989, setelah sekitar satu dekade, Uni Soviet akhirnya menarik pasukannya dan Presiden Ronald Reagan bisa mengklaim kemenangan Amerika dan “para pejuang Afghanistan yang gagah berani”. Selepas perang dengan Uni Soviet, muncul kelompok-kelompok militan baru di Afghanistan dan Taliban adalah salah satunya.

Sebelum pembentukan kelompok bersenjata pada awal 1990-an, banyak pemimpin Taliban bertempur bersama kelompok Mujahidin melawan Soviet. Mujahidin menerima senjata dan uang dari Amerika Serikat, untuk melawan Uni Soviet. Akan  tetapi, mundurnya Uni Soviet, malah menimbulkan kekacauan, dan pada tahun 1992, terjadi perang saudara besar-besaran diantara kelompok Mujahidin, dan Taliban muncul sebagai pemain penting, mereka berhasil mengendalikan Kandahar, dan pada akhirnya di tahun 1996, menguasai pemerintahan.

Setelah 20 (dua puluh) tahun menjadi kelompok terpinggirkan dan teralinasi dari pemerintahan, secara mengejutkan Taliban berhasil mengambil alih Istana Kepresidenan Afghanistan dari tangan Presiden Ashraf Ghani, pada tanggal 15 Agustus 2021.  Hal ini tidak terlepas dari kebijakan AS untuk menarik pasukannya dari Afghanistan, dan di manfaatkan Taliban dengan cepat mengambil alih kekuasaan.

Serangan kali ini bukanlah serangan yang tiba-tiba, karena Taliban yang terusir dari istana, tetap melakukan perlawanan. Kemarahan Taliban, tidak terlepas juga dari upaya AS membangun negara Afghanistan yang bergaya demokrasi barat, menghabiskan miliaran dolar untuk membangun negara miskin yang dilanda perang selama dua dasawarsa.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan