JAKARTA – Mantan Wakil Presiden RI M Jusuf Kalla meminta dunia menunggu dan melihat apa yang akan dilakukan Taliban di Afghanistan.
Tokoh yang dikenal sebagai juru damai konflik bersenjata itu tak mau berspekulasi soal Taliban karena sejauh ini tidak ada jaminan pasti.
“Itu tergantung pada siapa yang menjalankan (pemerintahan) sesuai dengan komitmen mereka,” ujar Kalla dalam wawancara dengan Sydney Morning Herald dan The Age dari Australia.
Selama dua tahun terakhir ini JK—inisial kondangnya—aktif menengahi konflik antara Taliban dengan pemerintahan Afghanistan di bawah Ashraf Ghani yang akhirnya tumbang.
Setidaknya sudah ada empat kali pertemuan antara JK dengan pentolan Taliban Abdul Ghani Baradar. Salah satu pertemuan itu digelar di Qatar pada Januari lalu.
JK mengaku berbicara panjang lebar dengan Baradar untuk membahas masa depan Afghanistan. Wakil Presiden RI 2004-2009 dan 2014-2019 itu menilai Taliban saat ini lebih terbuka dan kooperatif.
“Dengan peran para profesional dan mantan pengusaha (yang pernah berbisnis di Afghanistan, red), saya pikir situasinya akan lebih baik,” ujarnya.
Apakah dunia internasional sebaiknya mengakui pemerintahan Afghanistan di bawah Taliban?
JK mengatakan jika Taliban lebih terbuka, makin demokratis, dan menghormati perempuan, pemerintahan baru di Afghanistan akan dihormati dan memperoleh pengakuan dari banyak negara.
Namun, saat ini banyak pihak masih trauma pada Taliban ketika menguasai Afghanistan 25 tahun lalu. “Mereka masih trauma hingga saat ini. Jadi, kita akan menunggu dan melihat,” katanya.
Ketua umum Palang Merah Indonesia (PMI) itu menjelaskan ketika Taliban berkuasa selama lima tahun pada 1996-2001, hanya tiga negara yang mau mengakuinya, yakni Saudi Arabia, Uni Emirat Arab, dan Pakistan.
“Sisanya tidak mengakui mereka. Namun kini (Taliban, red) diharapkan berubah sehingga lebih banyak negara akan mengakuinya,” kata JK.(Jpnn)