RS Otista Soreang Krisis Obat-obatan

SOREANG – Ketua DPD Partai Nasdem Agus Yasmin mengatakan, program 99 hari kerja Bupati Bandung menurut evaluasi cukup baik. Namun, perlunya dimaksimalkan terkait optimalisasi Rumah Sakit (RS) yang ada di Kabupaten Bandung, khususnya RS yang baru, yakni RS Otista.

“RS Soreang Baru (Otista) perlu dimaksimalkan lagi, menurut pengamatan kami dari partai Nasdem, yaitu optimalisasi Rumah Sakit, karena rumah sakit di kabupaten Bandung dalam masa kritis, apalagi rumah sakit Soreang,” kata Agus saat diwawancara, Kamis (19/8).

Menurut Agus, saat ini di RS Otisa sudah tidak ada obat. Selain itu, tidak ada pengembangan kreativitas, sehingga pihaknya mengkhawatirkan adanya hal tersebut.

“Saya menginginkan agar PLT Direktur Rumah sakit tersebut untuk segera meningkatkan kapasitas personal, dan memahami bisnis plan rumah sakit yang memiliki status BLUD,” kata Agus.

Jadi, lanjut Agus, pelayanan kesehatan harus mampu memiliki bisnis plan yang baik secara profesional, sehingga RS Otista segera keluar dari kondisi kritis.

“Saat ini, Rumah Sakit Otista kondisinya krisis berat, diantaranya krisis keuangan dan krisis obat. Penyebabnya yaitu, uang dari kementerian untuk akses pelayanan Covid-19 belum terbayar. Tetapi belum terbayar bukan maksud tidak akan di bayar, karena administrasi di RS Soreang tidak profesional, (Buruk Administrasi)” jelasnya.

Agus pun mengaku sebagai pendukung Bupati Bandung, Dadang Supriatna, namun dirinya akan tetap kritis terhadap RS Otista tersebut. Pasalnya, kata Agus, jangankan peralatan yang belum lengkap, namun saat ini kondisi keuangan di RS Soreang Murat Marit, hal itu harus mulai diamati oleh bersama-sama.

“Saya sebagai orang yang menggagas pengembangan RS Soreang yang dulu posisinya masih rumah sakit kecil di rumah sakit lama, kemudian saya dorong menjadi rumah sakit besar, kemudian pindah ke rumah sakit yang baru. Perpindahan ke rumah sakit yang baru oleh Bupati Bandung lama Dadang M. Naser sudah direncanakan terhadap peningkatan rumah sakitnya dari tipe C ke tipe B, kemudian SDM-nya, dan managerial nya,” jelas Agus.

“Ini adalah sebagai upaya, bagaimana pengadaan barang dan jasa agar terlaksana, tetapi tiga indikator ini tidak disiapkan, sehingga begitu bangunan rumah sakit ini berdiri semua shock,” tambahnya.

Tinggalkan Balasan