Vaksin Sinovac Dinilai Kurang Manjur Dibanding Vaksin Barat, Simak Penjelasannya

Kemanjuran vaksin Sinovac dari Tiongkok sering dibandingkan dengan vaksin Barat dengan metode mRNA. Kemanjuran Sinovac diragukan usai ratusan tenaga kesehatan dari berbagai negara tertular Covid-19 meski sudah divaksin dua dosis. Dan, sebagian juga meninggal dunia.

Misalnya di Filipina, disebut-sebut Sinovac sebagai pilihan yang paling disukai di kalangan orang dewasa, mengungguli Pfizer dan AstraZeneca dalam survei nasional.

“Saya mendengar banyak situasi ketika orang-orang yang divaksinasi dengan Sinovac justru jadi pasien Covid-19 beberapa hari setelah mereka mendapatkan suntikan, belum lagi orang yang meninggal setelah itu,” kata Dani, pengusaha berusia 28 tahun dari Manila kepada VICE World News.

“Sebagai seseorang yang tidak berisiko tinggi dan tidak ada dalam daftar prioritas untuk vaksin, saya lebih baik menunggu dan terus mempraktikkan protokol keselamatan Covid-19 daripada mendapatkan suntikan dari merek yang tidak saya percayai,” katanya yang mulai meragukan vaksin.

Filipina adalah salah satu dari beberapa negara Asia Tenggara yang karena hambatan sosial ekonomi dan terbatasnya pasokan produk Barat. Dan, harus sangat bergantung pada vaksin Tiongkok selama pandemi.

Kamboja, Indonesia, Malaysia, dan Thailand telah menerima jutaan dosis Sinovac dari Tiongkok sejak Desember. Banyak yang disumbangkan sebagai bagian dari inisiatif Akses Global Vaksin Covid-19 (COVAX) yang bertujuan untuk membantu negara-negara berkembang menginokulasi warganya. Dan, banyak lainnya dibeli menggunakan pinjaman yang ditawarkan oleh Beijing.

Tiongkok, pada gilirannya, menjadi pengekspor global tunggal vaksin Covid-19 terbesar, memberikan lebih dari 943 juta dosis di seluruh dunia. Tetapi ketika ratusan warga yang divaksinasi penuh tetap terinfeksi dengan varian Delta yang mematikan, kepercayaan pada Sinovac mulai ragu.

Banyak ahli berpendapat bahwa satu suntikan Sinovac, yang memiliki tingkat kemanjuran yang diamati sebesar 51 persen terhadap infeksi SARS-CoV-2 yang bergejala dan 100 persen terhadap Covid-19 dan rawat inap yang parah, lebih baik daripada tidak ada vaksin sama sekali. Tetapi di beberapa negara paling rentan di dunia, pesannya tidak tersampaikan.

Orang enggan untuk menaruh kepercayaan mereka pada apa yang mereka lihat sebagai produk yang lebih rendah. Dan, di wilayah di mana keragu-raguan vaksin sudah marak karena berbagai faktor termasuk propaganda agama, ketidakpercayaan pada pemerintah, dan pesan kesehatan masyarakat yang buruk, skeptisisme endemik semacam itu menimbulkan sejumlah masalah bagi kesehatan masyarakat.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan