MUI: Selama Pandemi Covid-19 Sudah 584 Ulama Wafat

JAKARTA – Selama terjadi Pandemi Covid-19, sebanyak 584 ulama meninggal dunia. Pernyataan itu disampaikan Wasekjen MUI, Abdul Ghaffar Rozin, seperti dilansir dari Website Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang dirilis Senin (5/7) lalu.

Wakil Sekretaris Jendral (Wasekjen) MUI Abdul Ghaffar Rozin mengatakan, kalangan masyarakat pesantren harus waspada. Sebab, kasus COVID-19 banyak menerpa pimpinan pesantren di Madura, Kudus, Pati, Demak, hingga Jepara.

Ketua Rabithah Ma’ahid Islamiyah (RMI) Nahdlatul Ulama ini juga mengaku memiliki data bahwa terjadi peningkatan jumlah ulama yang menderita COVID-19.

“Peningkatan penularan yang sangat signifikan terhadap para kiai dan pengasuh pesantren terutama di seluruh wilayah Madura dan wilayah lain seperti Jawa Tengah utara,’’

Dia mengatakan, pesantren sebenarnya memiliki tingkat kesadaran tinggi terkait bahaya COVID-19. Namun kasus COVID-19 mulai meningkat setelah libur Lebaran.

Terlebih, varian baru korona menjadi salah satu faktor dalam meningkatnya kasus COVID-19 di lingkungan pondok pesantren.

Gus Rozin mengimbau, pondok pesantren yang pendidikannya berada di dalam kompleks agar memperketat protokol kesehatan.

Dia mengimbau, agar tidak memulangkan santri dan selalu membatasi keluar masuk tamu. Pesantren juga diminta menyiapkan fasilitas kesehatan, ruang isolasi dan standarnya.

Sedangkan bagi pendidikan santrinya di luar kompleks, apalagi yang aktivitas sekolahnya bercampur dengan siswa dari luar, dia mengimbau agar pembelajaran dilakukan secara online.

Dia juga berpesan kepada para jemaah, alumni dan wali santri agar menghindari mengundang kiai untuk hadir dalam acara yang dapat mengundang banyak orang.

Sementara itu, Ketua Tim Peduli Covid-19 Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, Ikhsan Abdullah mengatakan, sudah saatnya pemerintah mengabil sikap tegas untuk menentukan antara dua pilihan antara nyawa dan pemulihan ekonomi.

Dia menilai, apabila satu orang saja masyarakat Indonesia yang kehilangan nyawa akibat pelayanan yang kurang baik, maka di situlah pemerintah dan negara harus meminta maaf.

“Jadi Jangan dihadap-hadapkan, mana ekonomi dulu atau nyawa dulu. Apabila meninggal dunia satu orang saja karena lambatnya penanganan dan pelayanan itu, negara harusnya minta maaf,’’kata Ikhsan.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan