Elektabilitas Ridwan Kamil Naik, Begini Tanggapan Pengamat Politik

Sementara itu, Dosen Antropologi Universitas Padjadjaran Dr. Budi Rajab mengatakan, representasi politik Sunda di tingkat nasional cenderung rendah jika dibandingkan dengan wilayah Jawa bagian tengah dan timur. Sebab adanya perbedaan pola masyarakat Sunda dengan Jawa yang sudah tercirikan sejak zaman dahulu.

Ia menjelaskan, struktur masyarakat Jawa bagian tengah dan timur cenderung memusat. Salah satu yang melatarbelakanginya adalah pola mata pencaharian masyarakat yang cenderung sebagai petani di sawah.

“Masyarakat petani sawah dalam satuan politik masyarakat dunia biasanya muncul satu kekuatan besar yang menyatukan. Di Jawa Tengah dan Jawa Timur kita mengenal kerajaan besar Mataram Kuno sampai Majapahit,” kata Budi di dalam Webinar Politik Sunda: Relasi Kuasa dan Kepemimpinan, beberapa waktu lalu.

Budi menuturkan, ciri masyarakat persawahan adalah mampu terkonsentrasi sehingga bisa disentralisasikan oleh satu kekuatan besar. Hal ini berbeda dengan kondisi masyarakat Sunda yang cenderung sebagai peladang.

Dengan perbedaan kondisi sosial ini, kata Budi, masyarakat Sunda lebih punya kekuatan yang bersifat lokal. Kekuasaan terbagi secara lokal di beberapa wilayah.

Budi menjelaskan, meskipun Sunda juga memiliki kerajaan besar, pola kekuasaannya tidak menganut sistem imperium, layaknya kerajaan besar di Jawa.

“Kepemimpinan kerajaan Sunda lebih terfokus pada penataan masyarakat ke dalam, bukan penaklukan keluar wilayah. Kekuatan besar yang mampu menjatuhkan masyarakat itu tidak ada di Sunda, sehingga satuan politiknya lebih bersifat lokal,” tutur Budi.

Hingga saat ini, sambung dia, representasi politik Sunda masih rendah secara nasional. Padahal, kata Budi, orang Sunda kecenderungannya lebih punya visi politik yang populis. Hanya saja, orientasinya lebih lokal, tidak kosmopolitan.

“Konsekuensinya, politiknya kepemimpinan Sunda memang sulit berbicara pada tingkat nasional karena orientasi kepemimpinannya lebih tetap bersifat lokal, tidak luas atau kosmopolis. Populis, tetapi orang Sunda tidak bisa membangun kekuatan populis yang kosmopolis,” pungkasnya. (win)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan