SEOUL– SM Entertainment (SME) dan YG Entertainment (YGE) terlempar dari status perusahaan blue chip. Hal itu terungkap dalam laporan Korea Exchange awal pekan ini. Dua label yang merupakan tiga besar agensi hiburan Korea itu kini masuk klasifikasi bisnis skala menengah.
SME beralih dari bisnis venture ke perusahaan blue chip sejak Maret 2008. Sementara itu, YGE naik ke status tersebut pada April 2013. Penurunan itu adalah yang pertama bagi dua manajemen artis tersebut.
Menurut Korea Exchange, untuk dinyatakan berstatus blue chip, sebuah perusahaan harus memenuhi beberapa kriteria finansial. Di antaranya, memiliki nilai lebih dari KRW 70 miliar (Rp 892,6 miliar). Keuntungan bersih dalam setahun harus di atas KRW 3 miliar, dengan nilai penjualan lebih dari KRW 50 miliar (Rp 637,5 miliar).
Jika didasarkan pada skala bisnis, dua agensi itu masih berstatus perusahaan blue chip. Mengutip data pada akhir 2020, SME memiliki total ekuitas KRW 608 miliar (Rp 7,752 triliun). Dalam tiga tahun terakhir, agensi yang menaungi NCT tersebut mencatat penjualan rata-rata KRW 617 miliar (Rp 7,871 triliun). Jumlah itu bahkan 12 kali lebih tinggi ketimbang kriteria Korea Exchange.
Catatan YGE juga jauh dari mengecewakan. Agensi BLACKPINK dan iKON itu memiliki ekuitas USD 431 miliar (Rp 5,497 triliun) dengan penjualan rata-rata KRW 259 miliar (Rp 3,303 triliun). Namun, dua agensi raksasa itu mencatat nilai buruk di pendapatan bersih dan pengembalian ekuitas (return on equity atau ROE). Raihan mereka jauh dari kriteria yang ditetapkan Korea Exchange.
Tiga tahun terakhir, SME mencatatkan rata-rata kerugian bersih KRW 24,4 miliar (Rp 311,2 miliar). ROE agensi yang didirikan Lee Soo-man tersebut juga jauh dari standar 5 persen, yaitu -3,8 persen. Tahun lalu, SME memang rugi besar. Akibat pandemi, mereka kehilangan pendapatan dari sektor periklanan dan franchise makanan-minuman. Label yang menaungi solois BoA itu mengalami penurunan investasi jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
YGE juga memiliki catatan minus. Tahun lalu, mereka mencatatkan kerugian bersih KRW 1,8 miliar (Rp 22,96 miliar). ROE-nya hanya 0,5 persen. Agensi yang sempat tersandung skandal dua tahun lalu itu mengalami kerugian terkait produksi musik dan manajemen artis. Selama tiga tahun terakhir, profit mereka di dua bidang itu terus merosot. Penurunan tertinggi terjadi pada 2018–2019. Keuntungan bersih mereka terjun bebas hingga 57 persen.