JAKARTA – Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengamati potensi atau tren kejadian gempa bumi di tahun 2021 meningkat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, dan tinggi risiko terjadinya tsunami dari erupsi gunung api.
“Potensi atau tren kejadian gempa bumi baik di Indonesia maupun di dunia terutama di tahun 2021 ini gejalanya semakin meningkat. Ini sebabnya kita harus meningkatkan kewaspadaan,” ujar Kepala BMKG Dwikorita Karnawati di Jakarta, Jumat (23/4).
Dwikorita mengungkapkan pada tahun 2021 selama tiga bulan terakhir, rata-rata kejadian gempa bumi di Indonesia menurut data mereka dapat terjadi 300-400 kali setiap bulan.
Di bulan Januari, gempa yang tercatat sebanyak 662 kali. Kemudian di bulan Februari terjadi sebanyak 526 kali, dan pada bulan Maret mencapai 920 kali.
Rata-rata keaktifan gempa bumi tersebut diprediksi jauh lebih besar, jika dibandingkan dengan rerata kejadian pada tahun 2008-2020, menurut Dwikorita. Lebih jauh dijelaskan, jika dilihat rata-rata kejadian gempa bumi di Indonesia dari tahun 2008-2017 terjadi antara 5.000 hingga 6000 kali dalam satu tahun.
Kemudian mulai tahun 2018 melompat menjadi 11.920 kali kejadian, dan tahun 2019 masih bertahan terjadi kejadian dengan angka 11.588 kali. Di tahun 2020 mulai menurun, yakni terjadi sebanyak 8.258 kali.
Gempa bumi yang terjadi seringkali merupakan gempa bumi dangkal, yang kedalamannya kurang dari 20 KM yang dangkal dan sangat merusak. Data tersebut membuktikan adanya peningkatan risiko bencana.
Dwikorita menyebut lokasi yang pernah mengalami tsunami akibat erupsi gunung api, ada sembilan titik dan sebagian besar ada di wilayah Indonesia Tengah dan Timur.
Dikatakannya sejarah membuktikan beberapa kali terjadi tsunami akibat erupsi gunung api. Bahkan wilayah dengan gunung tidak aktif seperti di Pulau Madura, dari data terkini diprediksi berpotensi terjadi gempa dari patahan Pulau Kambing, dan akan timbul tsunami.
Sehingga, guna mengantisipasi hal tersebut BMKG di seluruh Indonesia dikerahkan untuk melakukan survei di lapangan untuk memperbarui peta pemodelan zona rawan tsunami.
“Karena alasannya yang pertama peningkatan gempa bumi akan berpotensi meningkatkan kejadian tsunami. Kami instruksikan lapangan cek seluruh pantai-pantai di Indonesia dan melakukan pemetaan pemodelan untuk menentukan zona rawan tsunami,” kata Dwikorita.