Soal Kasus Korupsi, Ketua KPK: Jabar Tertinggi di Seluruh Indonesia

BANDUNG – Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri menyebutkan kasus tindakan korupsi terbanyak yang ditangani KPK sejak tahun 2004 – 2020 ialah Provinsi Jawa Barat.

Provinsi yang pernah terjadi tindak pidana korupsi tahun 2004-2020 yang ditangani KPK antara lain: Jabar 101, Jatim 93, Sumut 73, Riau 64, Jakarta 61, Jateng 49, Lampung 30, Sumsel 24, Banten 24, Papua 22, Kaltim 22, Bengkulu 22, NAD 12, NTB 12, Jambi 12, Sulut 10, Sulut 10, Kalbar 10, Kalsel 10, Sultra 9, Maluku 6, Sulteng 5, Sulsel 5, NTT 5, Kalteng 5, Bali 5 dan Sumbar 3.

“Kasus korupsi yang ditangani KPK cukup tinggi. Bahkan Jabar tertinggi di seluruh Indonesia. Tentu kita tidak bisa melihat hasil yang sekarang. Sekarang lebih bagus Jabar,” ucap Firli saat memberikan sambutannya, di Kabupaten Bandung Barat, Selasa (16/3).

Dia menjelaskan, dari 34 provinsi yang pernah ditangani KPK ada 26 provinsi. Artinya ada 6 provinsi yang belum pernah ada tindak pidana korupsi yang ditangani KPK.

“Sekarang dari 6 provinsi yang tidak pernah ditangani KPK apakah betul tidak ada korupsi? Belum ada yang bisa menjamin bahwa itu tidak pernah korupsi,” tegasnya.

Ia pun menyampaikan, kasus apa saja yang membuat orang korupsi. Salahsatunya: Penyuapan dengan angka 739. Pengadaan barang jasa dengan angka 236. Penyalahgunaan anggaran dengan angka 50. TPPU 38. Pungutan liar dengan angka 26. Perizinan dengan angka 23 dan Merintangi proses KPK dengan angka 10.

“Penyuapan ini sebagai bentuk modus-modus lain, repormasi atau rotasi jabatan. Kepala daerah 6 bulan sesudah merepormasi jabatan kepala dinas dengan ada nilai bargeningnya,” ungkapnya.

Kendati begitu, ia pun mengingatkan pemberantasan korupsi merupakan tanggung jawab bersama. Baik aparatur pemerintah daerah, pusat, hingga masyarakat.

“Semua harus andil dalam rangka pemberantasan korupsi,” katanya.

Dalam pemberantasan korupsi, KPK memiliki tiga strategi dan perlu dikembangkan di daerah. Pertama, KPK melakukan pendidikan masyarakat dengan sasarannya adalah jejaring pendidikan, calon dan aparatur negara, para politisi, penyelenggara negara, serta para pengusaha.

“Tujuan akhir pendidikan masyarakat ini kita ingin supaya orang tidak mau melakukan korupsi karena sadar akan bahaya dan sebab korupsi. Korupsi adalah kejahatan, bukan hanya melanggar hukum dan merugikan keuangan negara, tapi jauh dari itu korupsi merampas hak kita semua,” jelasnya.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan