Nulungan Anjing Kadempet dalam Dinamika Politik Indonesia

Oleh : Ade Priangani

Dosen FISIP-UNPAS dan

Pengurus Paguyuban Pasundan Kota Bandung

 

 

Ada sebuah peribahasa dalam bahasa Sunda yang dewasa ini sangat tepat untuk memotret untuk memotret dinamika politik Indonesia saat ini, seiring pengambilalihan partai demokrat oleh peserta KLB dan menetapkan Jendral Moeldoko untuk menjadi Ketua Umum (Ketum) menggantikan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).

Nulungan anjing kadempet, terjemahannya adalah menolong anjing yang sedang terjepit, dan setelah ditolong anjing tersebut malah menggigit orang yang menolongnya. Tafsirannya adalah nulungan jalma nu teu boga pisan rasa tumarima. Dalam bahasa Indonesia adalah memberikan pertolongan kepada orang yang tak tahu berterimakasih.

Kalau dalam cerita Romawi, diperlihatkan oleh seorang Markus Yunius Brutus (85-42 SM), atau Quintus Servilius Caepio Brutus. Dia adalah seorang senator Romawi yang dikenal oleh dunia modern sebagai pemimpin konspirasi pembunuhan Julius Caesar.

Brutus, pernah melakukan sebuah kesalahan, yang kemudian dimaafkan Julius Caesar, lalu setelah itu dibujuk oleh para senator untuk menggulingkan Julius Caesar.

Peristiwa nulungan anjing kadempet, dalam dinamika politik di Indonesia menjadi cukup populer ketika gonjang-ganjing dalam tubuh partai Demokrat, yang menempatkan Jendral Moeldoko menduduki ketua Partai, melalui KLB di Deli Serdang.

Kenapa Moeldoko dianggap seperti itu, tidak lain karena ucapan SBY yang menyatakan merasa malu dan bersalah karena pernah memercayai dan memberikan jabatan kepada Moeldoko.

Moeldoko pernah menjabat sebagai Kepala Staf TNI AD (KSAD) pada era kepemimpinan Presiden SBY. Tiga bulan kemudian, Moeldoko diusulkan SBY sebagai calon panglima TNI ke DPR menggantikan Agus Suhartono, dan sekarang merebut kekuasaan partai dari putranya, yang beliau sudah siapkan untuk mengelola partai, dan menariknya dari TNI.

Adanya kecenderungan untuk mengambil alih partai, diawali oleh cuitan AHY di Instagram-nya melihat ada gelagat untuk melengserkannya dari posisi Ketum partai, yang dilakukan sekelompok kader dan juga beberapa pendiri dan mantan pimpinan partai, yang mempertanyakan kemampuan AHY dalam mengelola partai. Dan AHY juga melihat ada keterlibatan orang dalam istana, dalam hal ini Moeldoko, meskipun beliau bukan anggota partai Demokrat, meski berkali-kali dibantah oleh pihak Pak Moeldoko.

Tinggalkan Balasan