Usulan Lanjutan Pembahasan RUU Pemilu Serta Prediksi Turunnya Kualitas Demokrasi

Ia menjelaskan urgensi dilakukannya revisi UU Pemilu antara lain dalam pelaksanaan Pemilu 2019 telah menimbulkan kompleksitas, suara tidak sah tinggi, banyak suara terbuang, dan banyak petugas yang meninggal.

Menurut dia, kompleksitas yang tinggi tersebut menyebabkan masyarakat hanya fokus pada surat suara untuk Pilpres.

“Di UU Pemilu, kelembagaan penyelenggara pemilu belum diatur secara berimbang sehingga butuh perhatian lagi,” katanya. Ia juga menjelaskan, urgensi revisi UU Pemilu karena adanya Keputusan MK Nomor 55/PUU-XVII/2019 tentang rekonstruksi keserentakan pemilu.

Putusan MK tersebut menyebutkan enam varian model pemilu serentak untuk digagas oleh pengubah UU sesuai dengan ketentuan UUD 1945.

menurutnya, jika pelaksanaan Pilkada 2024 dilakukan berdekatan dengan Pilpres dan Pileg, maka dikhawatirkan akan mengurangi kualitas demokrasi. Hal itu, menurut dia, karena publik tidak ada waktu banyak untuk meneliti, memilah, dan memilih calon yang berkualitas.

Menurut dia, kalau Pilkada dilakukan pada 2024, maka pada tahun 2022 dan 2023 akan terjadi kekosongan sebanyak 278 jabatan kepala daerah karena diisi pejabat sementara yang masa tugasnya lebih dari dua tahun.

“Masa tenggang dua tahun itu cukup lama, menyebabkan kewenangan pejabat sementara kepala daerah menjadi terbatas dan ada kemungkinan pembangunan di daerah tidak sesuai kehendak rakyat,” tandasnya. (Fin.co.id)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan