JAKARTA – Sebuah penelian dari Universitas Havard mengungkapkan seseorang yang terinfeksi Covid-19 varian mutasi virus dari Inggris bakal sakit lebih lama. Virus tersebut diyakini memiliki tingkat penularan yang lebih tinggi dari jenis Covid-19 yang pertama kali diidentifikasi.
Dilansir dari Arab News, Selasa (23/2), para peneliti di Universitas Harvard yang melakukan penelitian terhadap jenis virus Inggris menemukan bahwa peserta yang terinfeksi itu sakit selama sekitar 5 hari lebih lama dibanding mereka yang menderita varian lama.
Peserta penelitian terdiri dari pemain bola basket profesional Amerika, yang menjalani pengujian ketat termasuk saat terinfeksi virus. Ini memungkinkan para peneliti untuk melacak siklus hidup spesifik dari varian lama dan baru.
Meski temuan ini berasal dari studi yang relatif kecil, jika dikonfirmasi, hal itu dapat berarti bahwa negara perlu menambah waktu mereka menyarankan orang untuk mengisolasi diri setelah terinfeksi. Seorang ahli biologi di University College London, dr. Jenny Rohn mengatakan diperlukan studi yang lebih besar untuk menjelaskan penularan strain tersebut.
“Studi ini juga memiliki implikasi serius untuk masa karantina saat ini selama 10 hari, mengingat varian Kent terbukti bebas pada orang yang terinfeksi selama rata-rata 13 hari,” tambahnya.
Studi ini juga dapat memberikan penjelasan mengapa varian Inggris lebih mematikan. Seorang profesor mikrobiologi seluler di Reading University, dr. Simon Clarke, berspekulasi bahwa semakin lamanya virus berada aktif dalam tubuh seseorang bisa memberi kesempatan lebih besar bagi sistem kekebalan dan membuat pasien lebih parah kondisinya. (jawapos)