Kenaikan Cukai Rokok Belum Efektif Kurangi Perokok Aktif

JAKARTA – Kebijakan kenaikan cukai rokok rupanya belum efektif untuk mengendalikan konsumsi tembakau di Tanah Air. Pasalnya, sebagian besar harga rokok masih tetap sama.

“Dengan harga yang biasa saja belum mengubah perilaku, kalau lebih murah dan belum juga mengubah perilaku, berarti kebijakannya belum efektif,” ujar Dosen Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, Krisna Puji Rahmayanti, di Jakarta, kemarin (19/2).

Selain kebijakan harga, dia juga mendorong perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dilakukan untuk pengendalian konsumsi tembakau.

“Kebijakan kenaikan cukai itu hanya satu sisi kalau lingkaran, edukasi juga harus makin kuat,” katanya.

Senada, Ketua Pusat Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Putu Ayu Swandewi Astuti mengatakan harga rokok yang masih terbilang murah dan menyebabkan rokok dapat dijangkau oleh anak-anak.

“Kenaikan cukai sebesar 12,5 persen, dan kenaikannya kalau dilihat dari harga jual memang belum optimal,” katanya.

Lanjut dia, kenaikan harga rokok saat ini belum mencapai harga di mana masyarakat enggan atau mengurungkan keinginannya untuk membeli rokok.

“Ya tentu saja dengan konsumsi rokok yang murah akan membuat aksesibilitas rokok itu makin tinggi, baik untuk remaja maupun orang dewasa,” ucapnya.

Dikatakan, apabila pengendalian konsumsi tembakau tidak dilakukan secara optimal, bonus demografi yang harusnya dapat dimanfaatkan akan kandas.

“Perilaku berisiko seperti merokok akan berdampak pada sumber daya manusia dan akan memengaruhi optimalisasi bonus demografi,” kata Ayu.

Sebelumnya, per Februari 2021 pemerintah menaikkan tarif cukai rokok secara rata-rata tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) sebesar 12,5 persen pada 2021.

Kenaikan CHT itu, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani berharap daya beli masyarakat dapat sehingga dapat diikuti dengan menurunnya konsumsi.

Sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, prevalansi merokok untuk anak-anak usia 10-18 tahun ditargetkan turun ke level 8,7 persen pada 2024. (Fin.co.id)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan