JAKARTA – Pekerja di sektor pertanian sampai saat ini masih didominasi oleh masyarakat berpendidikan rendah dan usia lanjut. Padahal, dalam bidang pertanian dibutuhkan SDM yang andal guna mempercepat swasembada pangan.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), per Agustus 2020 jumlah pekerja di sektor bertambah menjadi sebanyak 38,2 juta orang dari 2,8 juta.
“Ini setara 29,76 persen dari total penduduk bekerja di Indonesia,” ujar Kepala BPS, Suhariyanto kepada Fajar Indonesia Network (FIN), kemarin (18/2).
Meski bertambah, namun jumlah tenaga kerja sektor pertanian masih didominasi oleh orang tua dan berpendidikan rendah.
“SDM di pertanian kurang menguntungkan karena mayoritas didominasi dari mereka yang berpendidikan rendah dan berusia lanjut. Ke depan kita harus mencari cara, bagaimana agar anak muda bisa masuk ke sektor pertanian,” ucapnya.
Anggota DPR-RI Komisi IV Charles Meikansyah baru-baru ini menyampaikan, bahwa jumlah pada 2018 meningkat signifikan bila dibandingkan sensus sebelumnya di 2013. Tercatat total petani 2013 sebanyak 26.135.469 petani, dan naik jadi 27.682.117 petani di 2018.
“Tapi masalah yang serius adalah petani usia 25-34 tahun mengalami penurunan minat menjadi petani. Kalau di 2013 rentang usia tersebut yang menjadi petani jumlahnya 3.129.644 orang, maka di 2018 turun jadi 2.947.254 orang,” katanya Charles.
Berbeda halnya untuk rentang usia 35-44 tahun, usia 45-54 tahun dan usia 55-64 tahun atau bahkan 65 ke atas, jumlahnya di 2018 meningkat dibanding pada 2013.
Kendati demikian, Charles optimistis pada 2021 sektor pertanian tidak akan ditinggalkan, jika dua permasalahan yaitu Nilai Tukar Petani (NTP) dan Nilai Tukar Usaha Petani (NTUP) bisa diperjuangkan pemerintah.
“Sektor pertanian di hulu tidak boleh ditinggalkan, tapi harus kita ciptakan nilai tambah yang bersumber dari sektor basis tersebut,” tuturnya.
Pengamat Pertanian Institut Development For Economics and Finance (INDEF) Bustanul Arifin menyampaikan ada lima poin yang harus dibenahi pada sektor pertanian di 2021.
Pertama, fasilitasi perubahan teknologi, peningkatan kualitas benih dan input lain, intervensi kebijakan khusus untuk menggerakkan sumber pertumbuhan pertanian.
Kedua, yaitu perbaikan kinerja Litbang dan penyempurnaan ekosistem inovasi, serta peningkatan kerjasama antara akademik, pengusaha, pemerintah dan masyarakat.