NGAMPRAH – Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Bandung Barat (KBB) akhirnya turun tangan untuk menyelesaikan persoalan riuh tuduhan sesat terhadap aktivitas santri Pondok Pesantren Tahfidz Quran Alam Maroko di Desa Mekarjaya, Kecamatan Cihampelas.
Untuk diketahui, adanya dugaan sesat itu, pemilik lahan ponpes yaitu PT Indonesia Power (IP) telah meminta agar pihak ponpes segera pindah dari lokasi yang saat ini ditempati.
Hal itu dilayangkan IP dalam surat edaran nomor 0016/070/SGLPOMU/2021. Dalam surat edaran itu terdapat beberapa poin yang tertuang. Di antaranya pihak IP meminta ponpes agar segera pindah serta mendorong pengurus ponpes untuk terlebih dahulu mendapat persetujuan dari masyarakat setempat.
MUI berdalih, jika tuduhan sesat yang disematkan pada Ponpes Tahfidz Alam Maroko hanya kesalahpahaman warga. Ketua MUI KBB, Muhamad Ridwan mengatakan, pihaknya sudah mengecek langsung terkait tuduhan warga. Hasilnya, MUI tidak menemui indikasi penyimpangan di ponpes tersebut.
“Beberapa hari lalu sudah dicek oleh kita ke sana (ponpes), memang tidak ada yang janggal dan tidak ada yang menyimpang. Itu hanya pesantren kecil yang mengajarkan santrinya untuk jadi tahfidz quran,” kata Muhamad Ridwan, Kamis (4/2).
Ridwan menjelaskan, pondok pesantren itu dituduh menyimpang oleh warga sekitar dengan menduga adanya ajaran yang dianggap tak sesuai kaidah agama.
Tuduhan yang beredar di warga sekitar seperti salat hanya tiga kali sehari, kiblat tak menghadap kabah, praktik menikah tanpa wali dan tak ada izin mendirikan pesantren dari warga pengurus RT/RW setempat. Selanjutnya, tuduhan itu selanjutnya menyebar ke warga lainnya tanpa mengklarifikasi terlebih dahulu.
“Saat ini sedang mediasi, katanya segera diselesaikan masalahnya. Kita minta memang segera diselesaikan, kasihan santri dan warga lainnya, ini hanya kesalahpahaman dan ada orang yang memprovokasi saja,” papar Ridwan.
Kepala Kementerian Agama (Kemenag) KBB, Ahmad Sanukri menyebut, pondok pesantren Tahfidz Alam Maroko statusnya memang belum terdaftar secara legal.
Ahmad menyebut bahwa izin pendirian pesantrennya belum diurus ke Kemenag. “Ponpes itu belum memiliki izin operasional. Dari segi legalitas kita anggap ilegal karena tidak tercatat di pemerintahan. Dalam hal ini Kemenag yang mempunyai kewenangan untuk melakukan pembinaan terhadap lembaga pendidikan Kemenag,” kata Sanukri.