JAKARTA – Direktur Eksekutif Perludem Khoirunnisa Nur Agustyati menyatakan tidak setuju ada ketentuan ambang batas pencalonan presiden. Menurut dia, setiap partai politik peserta Pemilihan Umum (Pemilu) seharus bisa mengusung seseorang sebagai calon presiden.
Dia mengatakan hal itu menanggapi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan ekonom senior Rizal Ramli yang mengajukan judicial review atas aturan ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) dalam Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
“Perludem sendiri pada dasarnya juga tidak menyetujui adanya syarat minimal pencalonan presiden ini. Menurut kami setiap partai politik yang menjadi peserta pemilu berhak mencalonkan sendiri pasangan calon presidennya tanpa harus berkoalisi dengan partai lain,” kata Nisa, sapan Khoirunnisa Nur Agustyati dalam pesan singkatnya kepada jpnn, Senin (18/1).
Dia mengatakan, partai politik peserta Pemilu sudah melewati sekian banyak syarat, sehingga mereka layak mencalonkan pasangan calon presidennya sendiri. “Adanya syarat minimal pencalonan ini menjadikan calon menjadi terbatas dan justru menimbulkan pembelahan di masyarakat,” beber dia.
Menurut Nisa, syarat minimal pencalonan tidak sesuai dengan semangat sistem presidensial yang dianut Indonesia. Dalam sistem presidensial, idealnya antara presiden dan DPR memiliki tugas dan fungsinya masing-masing (check and balances).
“Masing-masing institusi ini pun dipilih langsung oleh rakyat, sehingga pencalonannya seharusnya tidak dipengaruhi oleh institusi yang lainnya,” ujar dia.
“Terlebih lagi, pemilunya adalah Pemilu serentak, tentu tidak relevan lagi adanya syarat minimal pencalonan presiden ini,” ungkap dia.
Sebelumnya, MK menolak gugatan judicial review yang diajukan Rizal Ramli yang meminta aturan ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) dalam Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang pemilu dihapus.
Dalam gugatannya, Rizal mendalilkan bahwa ketentuan presidential threshold menghilangkan hak konstitusional sejumlah partai politik yang ingin mengusung calon presiden.
Namun, MK merasa Rizal tidak memiliki kedudukan hukum atau legal standing ketika menggugat aturan itu. MK pun menolak gugatan yang diajukan Rizal. Sebab, penggugat tidak dapat menunjukkan bukti pernah diusung oleh partai atau gabungan partai, seperti yang didalilkannya dalam persidangan. (jpnn/drx)