Indra Charismiadji Sebut 23,5 Persen Guru di Indonesia Suka Bolos

JAKARTA – Pengamat pendidikan abad 21, Indra Charismiadji sepakat bila guru-guru di Indonesia dijadikan PPPK(pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja). Dengan menjadi PPPK, mereka lebih terpacu meningkatkan kinerja dan kompetensinya karena berlaku sistem kontrak.  Yang kinerjanya baik akan dilanjutkan kontraknya. Sebaliknya yang kinerjanya buruk tidak dilanjutkan kontraknya.

Pejabat pembina kepegawaian (PPK) pun bisa merekrut guru PPPK baru yang lebih baik kinerjanya. Berbeda bila menyandang status PNS, guru cenderung “malas” dan mengalihkan beban kerjanya kepada honorer seperti yang selama ini terjadi.

Dilansir dari JPNN, Indra mengatakan bahwa berdasarkan data, 23,5% guru di Indonesia bolos dari jadwalnya. Ia menyayangkan ketidakdisiplinan sejumlah guru tersebut.

“Saya tidak asal bicara. Data Bank Dunia melaporkan bahwa 23,5% guru Indonesia selalu mangkir dari jadwal mengajar. Ini mereka nih ya karena tahu ada guru honorer, akhirnya guru PNS mangkir alias bolos,” kata Indra kepada JPNN.com, Senin (18/1).

“Begitu juga guru honorer karena tahu statusnya honorer, mereka dengan berbagai alasan bisa mangkir mengajar.”

Jadi lanjut Indra, masalahnya ini bukan pada status kepegawaian seorang guru melainkan pada kedisiplinan. Guru yang berstatus PNS pun dan sudah terjamin masih mangkir dari tugasnya karena tidak disiplin itu.

Terkait rekrutmen satu juta guru PPPK, menurut pengamat dari Vox Point Indonesia ini, yang harus dibuat sebelum perekrutan besar-besaran adalah human capital grand design oleh Kemendikbud. Di situ menjelaskan jumlah guru yang dibutuhkan, dengan kualifikasi keterampilan seperti apa, dan di mana akan ditempatkan.

“Saya sangat setuju dengan rekrutmen guru PPPK dibandingkan merekrut guru CPNS, tetapi kualifikasinya harus jelas. Bukan semata karena kasihan kepada guru honorer kemudian memasukkan semuanya,” tegasnya.

ia menambahkan, langkah yang diambil harus terbaik untuk bangsa bukan kelompok (termasuk guru). Jadi tidak perlu berdebat dulu masalah status kepegawaian, penghasilan, lama mengabdi, ketidakadilan, dan sebagainya.

“Kita harus memillih yang terbaik. Apa pun pilihan terbaik tersebut pasti akan merugikan sebagian pihak, harapannya akan legowo,” pungkas Indra Charismiadji. (esy/jpnn)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan