PANDI dan Pegiat Bahasa Sunda Kampanyekan Pelestarian Bahasa Daerah Melalui Beberapa Event

Upaya pemeliharaan bahasa Sunda berbasis konvensional mulai tergerus. Buku-buku tidak lagi laku, media cetak banyak yang bertumbangan. Namun, pilihan pengembangan media baru pun masih banyak kendala. Selain persoalan teknis dalam pemahaman bahasa dan teknologi, bahasa Sunda masih dipandang belum memiliki nilai jual, misalnya untuk jurnalisme online dan konten lainnya di internet, kata Malik.

Pengarang sastra Sunda, Dadan Sutisna, yang juga tergabung dalam kelompok “Singrancagé”, mengatakan bahwa pengembangan bahasa Sunda di era digital harus melalui gerakan yang inovatif, kreatif, terintegrasi, dan dikerjakan secara bersama-sama.

Oleh karena itu, selain alasan pandemi yang belum memperbolehkan kerumunan besar, penyelenggaran acara HBII secara virtual bisa memacu penggunaan bahasa Sunda pada perangkat-perangkat digital.

“Pada tahun 2008-2012, Unpad bekerja sama dengan PP-SS (Paguyuban Panglawungan Sastra Sunda) mengadakan lomba mengisi teka-teki silang menggunakan komputer. Acara ini terakhir diadakan pada 21 Februari 2020 oleh Pusat Digitalisasi dan Pengembangan Budaya Sunda (PDP-BS) Unpad. Menurut saya, banyak acara lainnya yang bisa dilakukan secara digital,” katanya.

Ketua PP-SS, Cecep Burdansyah, mengatakan bahwa pemanfaatan media digital untuk pelestarian bahasa ibu merupakan keniscayaan. “Karena itu, PP-SS mencoba mengadakan lomba filmisasi sastra Sunda. Selain untuk memperkenalkan karya sastra Sunda kepada masyarakat, juga untuk membangun kreativitas anak-anak muda dengan ekranisasi karya sastra Sunda.”

Ketua Yayasan Kebudayaan Rancagé, Titi Surti Nastiti, mengatakan pengembangan bahasa ibu harus terus dilakukan, apalagi jika dikaitkan dengan Peringatan Hari Bahasa Ibu Internasional. (antaranews)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan