JAKARTA – Pemerintah menegaskan tidak ada tebang pilih atau diskriminasi dalam penegakan hukum terhadap ulama. Ulama yang dihukum memang terbukti melanggar undang-undang.
“Tak ada kriminalisasi ulama di Indonesia sebab selain ikut mendirikan Indonesia dulu, saat ini para ulama lah yang banyak mengatur, memimpin, dan ikut mengarahkan kebijakan di Indonesia,” kata Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD.
Mahfud mencontohkan kasus Abu Bakar Ba’asyir. Pengadilan membuktikan Ba’asyir secara sah dan meyakinkan terlibat terorisme. Ia divonis Mahkamah Agung yang saat itu dipimpin Bagir Manan yang juga dikenal sebagai tokoh Muslim.
Kasus lainnya yang melibatkan Bahar Bin Smith dan Rizieq Shihab. Bahar terbukti melakukan penganiayaan berat, sedangkan Rizieq jadi tersangka tidak ada kaitannya dengan sikap dia yang selalu mengkritisi pemerintah.
Artinya, penegakan hukum tidak melihat siapa orangnya dan latar belakangnya. “Tetapi karena terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana umum,” tegas Mahfud.
Pernyataan Mahfud menepis tudingan penegakan hukum di Indonesia diskriminatif. Baru-baru ini, anggota DPR Fadli Zon merespons laporan Munarman yang ditolak polisi merupakan bukti diskriminasi hukum. Menurut dia, polisi tidak boleh menolak laporan masyarakat.
Menurut praktisi hukum Muannas Alaidid polisi tentu punya pertimbangan menolak laporan dari Munarman. “Karena laporan terhadap Munarman belum diperiksa, Munarman juga belum dipanggil. Jadi kalau belum bisa diterima, waktunya memang belum tepat, bukan diskriminasi hukum,” tambahnya. (*)