RUU Larangan Minuman Beralkohol Harus Segera Dibentuk

BANDUNG- Rencana diterbitkannya Rancangan Undang undang larangan Minuman Beralkohol (Minol) dinilai berbagai kalangan sangat tepat.

Kepala Departemen Hukum Internasinal Universitas Padjajaran, Profesor Atip Latipulhayat menilai, keberadaan minuman beralkohol di tengah masyarakat tidak memiliki manfaat. Oleh karena itu, perlu ada aturan terkait keberadaan minuman tersebut.

“Apa sih manfaatnya minuman beralkohol itu? Tidak ada. Hampir di semua tempat, di semua negara boleh dikatakan (minol) sesuatu yang hampir tidak ada manfaatnya. Termasuk di barat sendiri, karena banyak memberikan mudharat,” ujar Atip kepada Jabar Ekspres, Sabtu (13/11).

Kendati begitu, keberadaan minol sebaiknya tidak perlu dihilangkan sepenuhnya. Namun keberadaannya harus diatur sehingga penggunaannya dapat dikontrol.

“Menurut saya RUU ini bagus, hanya tinggal, kalau umpamanya untuk orang-orang tertentu untuk turis, itu harus betul-betul dikontrol. Di tempat yang terbatas. Tapi intinya miras dilarang sesuatu yang sangat pas sekali,” tuturnya.

Lebih lanjut Atip mengatakan, keberadaan produsen arak dari berbagai daerah yang ada di Indonesia juga harus dikendalikan. Kendati beberapa daerah menganggap keberadaan minuman beralkohol, seperti arak merupakan kearifan lokal, ia menegaskan, perlu ada aturan.

“Keberadaan produksi arak di daerah dikendalikan. Karena intinya minuman yang beralkohol memicu orang mabuk itu membahayakan. Tapi seperti di Bali atau NTT itu dilokalisir saja. Kalau itu mereka menganggap sebagai kearifan lokal, jadi dilokalisir saja,” ucap Atip.

Dia berpendapat, adanya RUU larangan minum berakohol bukan bagian dari islamisasi untuk masyarakat. Sebab, sejauh ini agama yang melarang alcohol bukan islam saja.

’’Itu kan (karen) kesehatan, coba lah berpikirnya lebih rasional, objektif. Itu minuman kan merusak kesehatan,” tegasnya.

“Hanya Islam itu sudah lebih jelas, dari dulu lebih paham secara kesehatan merusak kemudian secara sosial tidak memberikan manfaat. Jadi di sini bukan masalah islamisasinya,” sambungnya.

Atip menilai, adanya minuman beralkohol yang dapat membuat seseorang mabuk hilang kesadaran. Bahkan, mampu membuka pintu kejahatan.

“Dari mabuk-mabukan ini membentuk pintu masuk ke kejahatan yang lain kalau orang mabuk itu. Jadi itu naif, emang cuma islam gitu yang melarang. Jadi konyol aja orang itu,” ungkapnya.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan