Omnibus Law Hanya Akan Melahirkan Ketidakadilan

BANDUNG – Perwakilan Aksi Aliansi Cipayung Kota Bandung, Iqbal Muhamad Rabani Ilahi mengatakan dalam Omnibuslaw Cipta Kerja terdapat sekitar 79 UU dengan 1.244 pasal yang akan dirampingkan ke dalam 15 BAB dan 174 pasal dan menyasar 11 klaster di undang-undang yang baru.

“Ada 11 klaster yang masuk dalam undang-undang. Termasuk Penyederhanaan Perizinan, Persyaratan Investasi, Ketenagakerjaan, Kemudahan Berusaha, Pemberdayaan dan Perlindungan UMKM, Dukungan Riset dan Inovasi, Administrasi Pemerintahan, Pengenaan Sanksi, Pengadaan Lahan, Kemudahan Investasi dan Proyek Pemerintah, serta Kawasan Ekonomi Khusus,” ucap Iqbal di Kota Bandung, Kamis (8/10).

Iqbal menjelaskan, dari mulai perencanaan hingga pengesahan RUU Omnibus Law Cipta Kerja ini syarat akan kecacatan. Terutama sekali dalam aspek hukum formil dimana dalam Pasal 5 huruf G dan juga Pasal 96 Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan sebagaimana telah diubah dalam UU No. 15 Tahun 2019.

“Yang mengatur terkait dengan asas keterbukaan pembentukan perundang-undangan dan juga mengatur terkait dengan partisipasi masyarakat sama sekali tidak dihiraukan RUU Omnibus Law Cipta Kerja ini,” jelasnya.

Dikatakannya, dari awal sampai hari ini, pemerintah tidak pernah memberikan transparansi informasi kepada masyarakat luas khususnya kaum buruh terkait rencana perancangan Omnibus Law tersebut.

Padahal, ungkap dia, menurut perundang-undangan yang berlaku, masyarakat memiliki hak untuk mendapatkan informasi yang utuh dan jelas.

“Kebutuhan pembentukan Omnibus law bukan datang dari usulan masyarakat, tetapi semata-mata datang dari arena elit yang menghendaki adanya satu regulasi khusus untuk lebih melindungi investasi modal mereka di Indonesia dan menyingkirkan segala hal yang menghambatnya,” ungkapnya.

Menurutnya, alih-alih merampingkan perundang-undangan skema Omnibus Law justru malah akan melahirkan banyak peraturan pelaksanaan yang baru.

“Pada akhirnya, jumlah yang besar ini membuktikan bahwa hipotesis Pemerintah tentang efektivitas RUU Cipta Kerja sebagai cara menyelesaikan tumpang tindihnya regulasi di Indonesia tidak terbukti,” hematnya.

Sementara itu, terang dia, isu Ketenagakerjaan serta Perkotaan dan Masyarakat Urban didalam Omnibus Law hanya akan melahirkan ketidakadilan berupa pengorbanan hak-hak pekerja demi akumulasi kapital.

Seperti, sambung dia, penghilangan hak-hak pekerja perempuan, menghapus hak-hak cuti pekerja, mendukung politik upah murah, membuka ruang PHK massal, hingga penghapusan pidana perburuhan.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan