Omnibus Law Berikan Keuntungan Bidang Digitalisasi Penyiaran dan Akses Internet

BANDUNG –  Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja yang saat ini diperdebatkan public sebetulnya memiliki keuntungan pada bidang dukungan riset dan inovasi. Khususnya menjangkau pada digitalisasi penyiaran.

Anggota Komisi 1 DPR RI dari Fraksi NasDem Muhammad Farhan menjelaskan, Omnibus Law akan menjadi instrumen baru untuk digitalisasi penyiaran agar meningkatkan kreatifitas, akses media dan akses internet super cepat.

“Dalam klaster penyiaran ada sebuah terobosan besar, yang disebut ASO (Analog Switch Off), dimana semua lembaga penyiaran televisi terestrial yang menggunakan frekuensi harus migrasi ke teknologi penyiaran digital,” ujar Farhan dalam keterangan rilisnya yang disampaikan redaksi Jabar Ekspres, Rabu, (10/7).

Untuk itu, dia mengaku optimis seluruh lembaga penyiaran televisi teresterial akan menggunakan frekuensi dengan lebih efisien, sehingga akan tersedia digital deviden di frekuensi 700 MHz.

“Keuntungan bagi kita adalah, digital deviden di frekuensi tersebut menambah kapasitas dan kecepatan koneksi internet dengan signifikan yang bisa digunakan di semua sektor. Bayangkan akses internet dengan dua kali lebih cepat 30 persen lebih murah. Jadi dari klaster penyiaran di Omnibuslaw, dalam dua tahun kedepan kita semua akan mendapat benefit yang besar,” katanya.

Farhan menerangkan, lembaga penyiaran saat ini berada dalam manuver kurang efisien dengan menggunakan pita lebar yg tidak efisien. Kemudian pada saat bersamaan teknologi dan trend pasar pesawat penerima (pesawat tv sampai HP) sudah menggunakan teknologi digital dan hampir tidak ada pabrik elektronik yg masih memproduksi pesawat televisi analog.

’’Jadi hijrah ke digital ini keniscayaan,” terangnya.

Farhan memastikan, digitalisasi ini akan disuport setiap unsur di daerah terutama di perkotaan dan menjadi kebutuhan masyarakat.

Dia mengakui, memang benar masih ada masyarakat yang belum mampu memiliki pesawat televisi digital. Tetapi dengan subsidi set top box untuk jutaan pemilik pesawat televisi analog, maka pemerataan tayangan akan lebih memungkinkan terjadi.

Sementara itu, Omnibuslaw RUU Ciptaker dinilai bertujuantujuan memudahkan usaha, investasi dan membuka lapangan pekerjaan. Namun, Farhan memastikan tidak semua bidang dibuka bebas.

Di sektor media, kepemilikan asing maksimal hanya 20 persen, untuk ektor pendidikan semua kembali ke norma awal.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan